[:id]121 Mahasiswa Mengikuti KKL di Semarang[:en]121 Students Join Field Work Course in Semarang[:]

[:id]

Tahun ini, Kota Semarang menjadi destinasi bagi 121 mahasiswa semster V dalam Program Kuliah Kerja Lapangan yang dilaksanakan pada 19/09 lalu. Program Kuliah Kerja Lapangan yang dilaksanakan oleh prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan jembatan bagi mahasiswa dalam  memperoleh pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam bidang kerja yang linier selain menjadi guru, yaitu mengetahui peluang kerja dalam ranah penerbitan, penulis buku, reporter, terapis wicara, dan ranah kerja lain yang masih berkorelasi dengan bidang bahasa.

Dosen PBSI sekaligus koordinator KKL Firstya Evi Dianastiti, M.Pd. menyampaikan, dengan adanya KKL, mahasiswa semester V dapat memperoleh banyak manfaat. Hal ini karena mahasiswa pada semester V belum memiliki pengetahuan yang memadai berkaitan dengan bidang kerjanya kelak. Oleh sebab itu, melalui kegiatan ini, mahasiswa dapat menggali informasi sehingga pengetahuannya mengenai bidang kerja menjadi lebih luas. Selain itu, mahasiswa secara langsung dapat memperoleh pengalaman melalui praktik secara langsung.

Melalui berbagai pertimbangan, destinasi KKL mengerucut di Balai Bahasa Jawa Tengah, TVKU (Udinus) dan Cagar Budaya Lawang Sewu. Di Balai Bahasa Jawa Tengah mahasiswa memperoleh banyak informasi terkait pentingnya pelestarian bahasa, proses penyusunan KBBI baik online maupun offline, dan penyuluhan kepada guru terkait UKBI. Materi tersebut disampaikan oleh Dr. Tirto Suwondo, M. Hum. dan Agus Sudono, S.S., M.Hum. Di TVKU Universitas Dian Nuswantoro, mahasiswa dijamu dengan kajian menarik oleh Dr. Guruh Fajar Shidik, S.Kom., M. Cs. dan Hery Pamungkas, M.I.Kom. dua narasumber tersebut menyampaikan sejarah pendirian TVKU, kerjasama yang dilakukan, hingga peningkatan kualitas siaran dan jaringan. Pada kesempatan tersebut, mahasiswa memperoleh informasi dan  pengalaman broadcasting. Tujuan terakhir adalah rekreasi di Cagar Budaya Lawang Sewu. Di tempat ini mahasiswa mendapatkan informasi terkait sejarah Kota Semarang dan konservasi bangunan bersejarah peninggalan Belanda tersebut.MW

[:en]

This year, Semarang became the destination for 121 students of fifth semester in the Field Work Program held on September 19. The Field Work Course (KKL) Program carried out by the Indonesian Language and Literature Education study program is a bridge for students to gain knowledge and experience of students in the linear field of work besides becoming a teacher, which is to find work opportunities in the world of publishing, or to become a book writer, reporter, and other jobs that are still correlated with the language field.

PBSI lecturer as well as KKL coordinator, Firstya Evi Dianastiti, M.Pd. conveyed, with KKL, students of fifth semester can get a lot of benefits. This is because the students have not had adequate authentic experience and knowledge related to their field of work later. Therefore, through this activity, students can explore more information so that their knowledge about the field of work becomes wider. In addition, students can directly gain experience through hands-on practice.

Through various considerations, finally, the destinations chosen were the Central Java Language Center, TVKU (Udinus) and Lawang Sewu Cultural Heritage. At the Central Java Language Center students get a lot of information related to the importance of language preservation, the process of preparing KBBI ( both online and offline), and counseling to teachers related to UKBI, while  At TVKU Dian Nuswantoro University, students got valuable information and experience on broadcasting. Finally, students refreshed themselves at Lawang Sewu Cultural Heritage. At this place, students got information related to the history of Semarang City and the conservation of the historic heritage building from the Netherlands. AL

[:]

[:id]Seminar Nasional Himaprodi PBSI dalam Rangkaian Peringatan Hari Sastra 2018[:en]Himaprodi PBSI held a national seminar to comemorate FETT Literary Day 2018[:]

[:id]

Senin (23/4), Himaprodi PBSI mengadakan seminar nasional bagi mahasiswa. Seminar yang merupakan rangkaian kegiatan untuk memperingati hari sastra 2018 ini mendahului kegiatan gelar sastra dan lomba baca sajak. Seminar yang mengusung tema esensi kebudayaan dalam sastra sebagai penguat moral bangsa ini menghadirkan dua pembicara yaitu Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. Dan Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Kedua pembicara tersebut mengkaji sastra dalam kontribusinya pada penguatan moral bangsa.

Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. membeberkan sulitnya membedakan antara berita hoax atau tidak pada era post truth saat ini. Terlebih lagi adanya keinginan manusia untuk hidup serba instan akan sangat berhubungan dengan moral. Sastra sebagai rumah budaya selalu menanamkan nilai-nilai moral yang dapat memberikan pembelajaran moral. Dalam kesempatan tersebut, guru besar Universitas Negeri Surabaya ini membahas beberapa karya sastra, diantaranya puisi berjudul “Malu Aku jadi Orang Indonesia” karya Taufik Ismail. Puisi tersebut menggambarkan mental orang Indonesia saat ini. Puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron yang menggambarkan anak bangsa yang tetap mencintai tanah air dan mempunyai jiwa nasionalisme. Puisi terakhir yang dibahas dalam seminar tersebut berjudul “Ketika Agama Kehilangan Tuhan” karya KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Puisi yang menggambarkan nilai moral bangsa Indonesia yang sudah memperjualbelikan agama.

Pembicara kedua yaitu Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Mengkaji sebuah cerpen yang berjudul ”Tidurlah, Nalea, Esok Kita Abadi” karya Sungging Raga. Puisi yang sarat dengan nilai-nilai moral tersebut dikupas tuntas oleh guru besar FKIP Universitas Tidar tersebut. Kedua pembicara mengakhiri seminar dengan berpesan untuk selalu mengupayakan meningkatkan minat baca sastra baik untuk diri sendiri maupun orang di sekitar sehingga dapat memperkuat moral orang Indonesia. (ET)

[:en]

Monday (23/4), Himaprodi PBSI held a national seminar for students. The seminar, part of a series of activities to commemorate the literary day 2018 precedes the activities of gelar sastra ( literary performance) and poetry reading contest. The seminar carrying the theme of cultural essence in literature as the moral of the nation presents two speakers, namely Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. And Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Both speakers reviewed literature in its contribution to the moral strengthening of the nation.

Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. disclosed the difficulty of distinguishing between hoax news or not in this post truth era nowadays. Moreover, the human desire to live instantaneously will be closely related to the discussion of moral. Literature as the home for culture implies moral values ​​which provide moral learning. On the occasion, the professor of the State University of Surabaya discussed several works of literature, including the poetry entitled “Malu Aku jadi Orang Indonesia” (Ashamed of Being Indonesian) by Taufik Ismail. The poetry describes the mentality of Indonesians today. Poetry “Indonesia Tanah Sajadah” by D. Zawawi Imron describes the nation’s children who love the homeland and embrace the spirit of nationalism. The last poetry discussed in the seminar was entitled “When Religion of Lost Its God” by KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Poetry depicting the moral values ​​of the Indonesian nation that has traded religion.

The second speaker, Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. assessed a short story entitled “Tidur, Nalea, Esok Kita Abadi” (Sleep, Nalea, Tomorrow We’re Eternal)  by Sungging Raga. The short story loaded with moral values ​​is discussed thoroughly by the professor of FKIP Universitas Tidar. Both speakers ended the seminar with a message to all of the audiences to always seek to increase the literacy and gain more interest in literature both for themselves and those around so as to strengthen the morale of Indonesian people. (WD)

[:]

[:id]Bernyanyi Lagu Nusantara untuk Buktikan Kekerabatan Bahasa[:en]Singing Folk Song to Prove the Language Family[:]

[:id]

Pagi itu (Jumat, 19/1) Auditorium Universitas Tidar ramai oleh mahasiswa yang berpenampilan dengan busana bercorak nusantara. Mereka adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar. Semua mahasiswa tampak mengenakan kain seragam yang dikreasikan menyerupai pakaian adat di Indonesia.

Rupanya, mereka semua akan tampil menyanyikan lagu daerah dalam acara “Lantunan Nada Nusantara”. Acara tersebut merupakan pagelaran untuk menutup Ujian Akhir Semester (UAS) Gasal 2017/2018. Pagelaran tersebut juga bagian dari UAS matakuliah Ilmu Perbandingan Bahasa Nusantara (IPBN).

“Kami harap, seluruh mahasiswa bersuka cita pada hari ini karena UAS telah selesai. Sebelumnya, para mahasiswa telah menyelesaikan makalah perbandingan bahasa dengan sumber data lirik lagu nusantara dan kosakata dasar Swadesh. Hari ini, mereka akan menyanyikan lagu tersebut,” kata Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., dosen matakuliah IPBN, saat membuka acara.

“Acara ini diikuti oleh 116 mahasiswa yang mayoritas semester 5 PBSI Untidar yang terbagi atas 3 kelas. Kami menyiapkan dua lagu setiap kelas dan dua lagu untuk dinyanyikan bersama satu angkatan,” kata Arief Setiawan, ketua panitia.

Acara tersebut dibuka oleh 3 pembawa acara yang mewakili tiap-tiap kelas. Selanjutnya, seluruh mahasiswa peserta matakuliah IPBN menyanyikan lagu Mudiak Arau dari Sumatera Barat. Berikutnya, mahasiswa kelas B menyanyikan lagu Mana Lolo Banda dari Nusa Tenggara Timur dan Huhate dari Maluku. Mereka tampak mengenakan kain slempang untuk menambah kesan budaya nusantara.

Selanjutnya, kelas A menyanyikan lagu Bungong Jeumpa dari Aceh dan Manuk Dadali dari Sunda. Lagu Bungong Jeumpa makin menarik dengan persembahan Tari Saman yang disajikan seluruh mahasiswa kelas A sambil bernyanyi. Kelas ketiga menyanyikan lagu Si Patokaan dari Sulawesi Utara dan Rambadia dari Sumatera Utara. Persembahan tersebut makin menarik dengan seragam kain jarit bermotif batik yang dikenakan mahasiswa kelas A.

“Kami mempersiapkan acara ini selama kurang lebih 2 bulan. Akan tetapi, sebulan terakhir kami mempersiapkan lebih intensif, mulai dari penyelarasan lagu, kostum, dan koreografi,” kata Ainun Dyan Desiana, koordinator Kelas A.

Acara ditutup dengan menyanyi bersama-sama lagu Maumere dari NTT. Tidak hanya mahasiswa, bahkan seluruh dosen PBSI yang hadir dan penonton ikut menyanyi dan menari bersama. Lagu-lagu tersebut digunakan untuk membuktikan kekerabatan bahasa nusantara seperti tujuan matakuliah IPBN. Dari situ, para mahasiswa juga akan lebih mengenal budaya nusantara melalui bahasa yang digunakan. (WJ)

[:en]

Friday (19/1), Aula of Universitas Tidar was full of students who wears archipelago patterned fashion. They were the students of Indonesian language and literature education (PBSI) of the faculty of education and teachers training Universitas Tidar All students wore the uniform that is created like Indonesian custom.

They will perform and sing the folk song in the event entitled “Lantunan Nada Nusantara” (The tone of Archipelago) on that day. This event was the performance to close the final test of odd semester in academic year 2017/2018. The performance was also the part of the final test of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject (IPBN).

“We do hope all students are rejoicing today since the final exam has finished. Prior to this, the students have finished their paper with the theme of language comparison by using folk song lyric and the basic vocabulary of Swadesh. Today, they will sing the song.” Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., the lecture of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject, delivered her opening speech.

“This event was followed by 116 students of the fifth semester which is divided into 3 classess. We prepare two songs each classess and two songs that we sing together.” Arif Setiawan, the chief of committee explained.

This event was opened by 3 master of ceremonies from each classess. The, all students who joined Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject sang Mudiak Arau from West Sumatra. After that, the students of class B sang Mana Lolo Banda from East Nusa Tenggara and Huhate from Molucass. They appeared to wear a sling to add the culture of the archipelago ambiance.

Next, the students of class A sang Bungong Jeumpa from Aceh and Manuk Dadali from West Java. Bungong Jeumpa was more interesting since the students performed Saman dance while they were singing. On the other hand, the tird class sang Si Patokaan from North Sulawesi and Rambadia from North Sumatra. Those performance was more remarkable since the students wore scarf with batik motif.

“We prepare this event for two months. However, the last month we are preparing more intensively, starting from the alignment of songs, costumes, and choreography,” explained Ainun Dyan Desiana, the coordinator of class A.

This event was closed by Maumere from East Nusa Tenggara which is sang together. Not only students but also all PBSI lecturers who come tp this event sang and dance together. The songs in this performance was used to prove the family of Nusantara Language as it the purpose of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject. The students will more familiar with Nusantara cultures through language. (WJ/AW)

[:]

[:id]Mahasiswa PBSI Luncurkan Buku “Kreasi Senin Pagi”[:]

[:id]

Setelah berhasil menerbitkan kumpulan buku drama berjudul Bahan Ajar Drama Goresan Tinta Bocah Sastra, kini Imam Baihaqi, M.A.  bersama kawan-kawan mahasiswa semeter III akatan taun 2017 mampu melahirkan kembali buku kumpulan drama berjudul “Kreasi Senin Pagi”. Setelah melalui proses yang cukup lama akhirnya buku kumpulan drama tersebut diluncurkan pada hari Selasa tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.00 WIB di FKIP Untidar. Meskipun di tengah-tengah suasana UAS, tetapi hampir seluruh pengarang yaitu mahasiswa semester III B tetap bersemangat menyaksikan acara tersebut.

Imam Baihaqi selaku dosen pengampu mata kuliah drama menyampaikan bahwa buku tersebut merupakan sebuah produk hasil pembelajaran makul teori drama. Genre sastra drama memang berbeda dengan genre sastra lainnya. Drama membutuhkan keterampilan dalam pementasan juga penguasaan naskahnya. Dalam proses penggarapan buku kumpulan naskah drama kali ini dilakukan dengan lebih matang dari sebelumnya. Sehingga meskipun mengusung tema yang hampir sama dengan yang sebelumnya, tapi dari sisi cerita hal-hal yang diangkat lebih serius.

Pada kesempatan wawancara beberapa mahasiswa menyampaikan kesan dan pesan terhadap buku tersebut dengan penuh semangat. Mereka menyambut gembira atas keberhasilannya membuat buku kumpulan drama untuk pertama kalinya.

“Kesan saya dengan adanya pembuatan buku kumpulan naskah drama ini pastinya sangat senang sekaligus bangga karena pada akhirnya kita mahasiswa mempunyai buku yang didalamnya ada hasil karya kita sendiri dan bukunya ber-ISBN pula. Itu adalah kebanggaan tersendiri karna tidak semua mahasiswa berkesempatan seperti kita. Selain itu terbitnya buku ini juga menggugah semanggat untuk lebih banyak dan lebih produktif berkarya agar terbit buku buku lain. Pesannya semoga tidak hanya berhenti di sini. Semogga masih bisa lebih menghasilkan buku lain yang pastinya lebih berkualitas entah di bidang sastra bahasa ataupun bidang lain. Semoga ini bisa menjadi bekal kita untuk lebih berprestasi lagi. Terimakasih Pak Imam..”kata ketua kelas, Nuryanto dengan penuh semangat.

“Mata kuliah Teori Drama memang terbaik, bisa memberi output sebuah karya sastra yang benar-benar bisa dinikmati khalayak karna diabadikan dalam bentuk buku. Pastinya, saya merasa hagiaan yang tak terhingga karna tertera sebagai penulis di buku ber-ISBN. Sungguh bangga tak terkira. Semoga buku ini bisa bermanfaat dan menginspirasi pembaca agar bisa terus berkarya. Semoga generasi sastra ke depannya bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menuangkan idenya,” Kata Rizqi Mutiara Ningrum yang akrab disapa Kikik.

“Bukunya bagus, mampu menginspirasi mahasiswa untuk terus berkarya dan melestarikan sastra.  Naskah-naskah yang dimuat di dalam buku tersebut menarik  dan sangat membantu dalam pembelajaran sastra. Semoga untuk kedepannya bisa membuat naskah-naskah yang lebih baik dan lebih kreatif. Jangan berhenti berkarya untuk melestarikan sastra,” kata Dwi Astuti penuh percaya diri.

[:]

[:id]Retorika: Tak Sekadar Teori, Praktik Juga Penting[:en]Rethorics: It Isn’t Only the Theory, Practice Contributes More[:]

[:id]

Menuntut ilmu di perguruan tinggi tak hanya segi teori saja yang harus dikuasai, akan lebih baik jika dapat mempraktikkan teori yang sudah diterima dalam kehidupan sehari-hari. Itulah yang menarik dari setiap pembelajaran di kelas jika bisa secara langsung diaplikasikan. Termasuk pada salah satu mata kuliah yang ada di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Untidar yakni Retorika. Mata kuliah wajib ini dilalui mahasiswa pada setiap semester 3 yang diampu oleh Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Mata kuliah Retorika memang menarik, secara harafiah mata kuliah ini adalah sebuah seni dalam berbicara, maka yang dikembangkan ya kemampuan berbicara kita. Baik itu berbicara secara formal maupun nonformal. . Kalau sudah mencapai tataran yang lebih tinggi, seni berbicara itu bisa kita gunakan untuk mempersuasi orang lain,” ungkapnya.

Untuk mengevaluasi proses perkuliahan selama satu semester diadakanlah Ujian Akhir Semester (UAS). “UAS untuk mata kuliah Retorika ini saya bebaskan anak-anak untuk memilih sendiri mau praktik sebagai penyiar radio atau sebagai MC. Kedua hal ini sama-sama membutuhkan seni berbicara tingkat tinggi dan sama-sama harus bisa menarik bahkan mempengaruhi perhatian pendengarnya. Dari kedua pilihan ini yang paling populer diminati mahasiswa adalah praktik sebagai penyiar radio, mungkin karena tantangannya lebih banyak daripada menjadi MC,” jelas Pinaka. Dalam mempersiapkan UAS praktik menjadi seorang penyiar, selama setengah semester mahasiswa telah dibekali dengan berbagai teori seputar kepenyiaran, seperti karakteristik radio, teknik mixing, senam mulut, sampai cara penulisan naskah.

Salah satu mahasiswa PBSI, Putri Rinda Choerunissa mengungkapkan kegembiraannya menjalani mata kuliah Retorika. “Ini adalah salah satu mata kuliah favorit saya, karena saya suka ngomong jadi bisa lebih meng-eksplore diri sendiri, jadi tahu kemampuan kita seberapa. Saya memilih praktik siaran juga karena merasa lebih enjoy, bahasa siaran itu sama seperti saat berbicara menggunakan bahasa keseharian anak muda. Apalagi setelah berpraktik ini saya jadi lebih yakin untuk menerima tawaran menjadi penyiar radio. Saya rasa pengetahuan dan pengalaman dari mata kuliah ini cukup membantu.”

Pinaka berharap ujian praktik yang diadakan di akhir semester ini bisa membawa mahasiswa merasakan benar bahwa menjadi penyiar dan mc memerlukan latihan yang terus menerus bukan hanya bakat alami saja. “Semoga dari mata kuliah ini bisa menelurkan penyiar-penyiar FKIP berkompeten, mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dahulu untuk menyongsong magang kepenyiaran nantinya di semester 5. Terutama praktik ini terintegrasi pula dengan profil lulusan Prodi PBSI yang salah satunya membekali mahasiswa terampil menjadi penyiar atau dalam bidang jurnalistik,” ungkapnya mengakhiri.

[:en]

Studying at university isn’t only about mastering theoretical aspects; practising them in everyday life is agreed to be better for students. That’s why it’s always interesting if those from every classroom learning can be directly applied, one of which is a course in the Indonesian Language and Literature Study (PBSI) of FKIP Untidar namely Rhetorics. This compulsory subject is taken by students in every 3rd semester which is taught by Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Rhetorics is interesting, literally this course is an art in speaking, so that the skill developed is speaking ability, whether it is formal or informal speaking. When it reaches a higher level, this art of speaking can be used to persuade others,” she said.

To evaluate the lecturing process during one semester, the final term test (UAS) was held. “ for the final term test, I let students choose to practice as a radio broadcaster or as an MC themselves. Both of these require high level of the art of speaking and both should be able to attract and even affect the attention of listeners. Of these two, the most popular choice of students is the practice of radio broadcaster, perhaps it is because of the challenges are more than being an MC,” Pinaka explained. In preparing UAS for the practice of becoming a broadcaster, during the semester, students have been equipped with various theories about broadcasting, such as radio characteristics, mixing techniques, oral gymnastics, and scriptwriting.

One of the PBSI students, Putri Rinda Choerunissa expressed her delight in undergoing Rhetoric course. “This is one of my favorite subjects, because I like to talk so that I can explore myself more, making me know the level of my speaking ability. I chose the broadcasting practice also because it feels more enjoyable; broadcast language is the same with the speaking of youngster’s everyday life. Especially after this practice I became more confident to accept the offer to be a radio announcer. I think the knowledge and experience of this course is helpful.”

Pinaka hopes that the practice examination held by the end of this semester can bring the students to feel right that being a broadcaster and mc requires constant practice not just natural talent. “Hopefully this course can produce competent FKIP broadcasters, who have the advanced knowledge and experience before having the broadcasting apprenticeship later in semester 5. This practice is, especially, integrated to the profile of PBSI graduates, one of is equipping students to be competent broadcasters or employees in journalism,” she concluded.

[:]

[:id]Penerjunan PKL Jurnalistik Mahasiswa PBSI FKIP Untidar di Suara Merdeka[:en]Journalistic Feld Work Practice in Suara Merdeka[:]

[:id] 

FKIP-UNTIDAR (24/10). Dalam rangka Praktik Kerja Lapangan Jurnalistik, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar, Selasa 24 Oktober 2017 diterjunkan di Kantor Perwakilan dan Iklan Koran Suara Merdeka Jalan Pierre Tendean Magelang. Mahasiswa yang mengikuti Praktik Kerja Lapangan ini merupakan mahasiswa semester 5.

Kedatangan mahasiswa di kantor Suara Merdeka, disambut baik oleh pimpinan Suara Merdeka Karesidenan Kedu dan DIY Bapak Drs. H. Dodhy Yulianto W., MBA dan salah satu wartawan senior Suara Merdeka Eko Priyono. Dalam penyambutannya, mahasiswa diberi pembekalan awal berupa sejarah koran dan bagaimana cara koran dapat bertahan hingga kini.

Ayu Wulandari, M.Pd. dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar yang menjadi Pembimbing PKL Jurnalistik di Suara Merdeka, menuturkan “Praktik Kerja Lapangan ini merupakan aplikasi dari teori perkuliahan jurnalistik yang sudah mahasiswa dapatkan di semester 4. Mahasiswa harus memanfaatkan sebaik-baiknya dan menyerap ilmunya sebanyak-banyaknya. Sebelum bekerja meliput berita, mahasiswa harus melihat SOPnya terlebih dahulu sehingga hasil output benar-benar sesuai visi misi Suara Merdeka.”

Beliau juga memaparkan harapannya ke depan “Dengan Praktik Kerja Lapangan ini, keterampilan mahasiswa dalm bidang jurnalistik semakin bertambah, mahasiswa dapat memasarkan informasi terkini melalui media cetak dan elektronik. Harapan lainnya, semoga Praktik Kerja Lapangan Jurnalistik menjadi ajang pengabdian pada masyarakat melalui siaran pers.” (WL)

[:en]

FETT-UNTIDAR (24/10). In the framework of Journalistic Field Work Practice, students of Indonesian Language and Literature Studies Program FETT Untidar, Tuesday, October 24, 2017 deployed in the Office of Representatives and Newspaper Advertising Suara Merdeka in Magelang. Students who follow this Field Work Practice are students of 5th semester.

The arrival of students in the Suara Merdeka office, welcomed by the leader of Suara Merdeka of Kedu Residency and Yogyakarta Special Region, Drs. H. Dodhy Yulianto W., MBA and one senior journalist of Suara Merdeka, Eko Priyono. In his welcoming speech, students were given an initial briefing in the form of newspaper history and how the newspaper can survive until now.

Ayu Wulandari, M.Pd., a lecturer of Indonesian Language and Literature Education FETT Untidar, who guides Journalistic Field Work Practice in Suara Merdeka, said “This Field Work Practice is an application of journalistic lecture theory that students have got in the Fourth Semester. Students should make the best use and take the kowledge as much as possible. Before working on covering the news, students must see the SOPs first so that the output results are exactly in line with the vision of the Suara Merdeka mission. “

He also expressed his future hope, “By doing this Field Work Practice, student skills in the field of journalism is increasing, students have marketing ability for the latest information through print and electronic media. Hopefully, Journalistic Field Work Practice becomes a place of community service through press release. “(ER)

[:]

[:id]Prodi PBSI Sambut Proses Visitasi Akreditasi[:en]PBSI: Welcoming BAN-PT for Accreditation Visitation[:]

[:id]

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Sabtu (6/5) kemarin menjalani proses visitasi akreditasi oleh Tim Asesor Badan Akreditasi Nasional – Perguruan Tinggi (BAN – PT). Tim asesor yang terdiri dari Prof. Dr. Endry Boeriswati, M.Pd. dari Uiversitas Negeri Jakarta serta Prof. Dr. Nurhayati, M.Pd. dari Universitas Sriwijaya disambut hangat oleh seluruh dosen, tenaga pendidik, mahasiswa, serta alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Untidar. Proses visitasi berjalan dengan baik dan lancar, memakan waktu selama satu hari penuh sejak pukul 08.00 hingga pukul 19.00 WIB.

Dalam mempersiapkan visitasi akreditasi seluruh dosen telah bekerja keras sejak setahun lalu. Rangga Asmara, M.Pd. Koordinator Prodi PBSI menjelaskan, “Proses penyusunan borang tidaklah sebentar, sudah disiapkan dari bulan Juni tahun 2016. Memang ada kesulitan pengumpulan data, khususnya di bidang kurikulum seperti silabus, SAP, dan penelitian dosen. Ya mudah-mudahan apa yang dicita-citakan bisa tercapai, prodi PBSI kembali meraih nilai A.” Sebagai informasi saat ini prodi PBSI terakreditasi B oleh BAN – PT maka tak ayal jika para dosen berupaya keras dan optimis untuk meningkatkan nilai akreditasinya,

Dokumen borang Prodi (III A) dinilai oleh Prof. Dr. Nurhayati, M.Pd. ditanggapi Ketua Jurusan FKIP Lilia Indriani, M.Pd. serta Koordinator Program Studi PBSI, Rangga Asmara, M.Pd. Selain itu hadir pula para dosen pengajar prodi yang turut serta membantu penyusunan borang dari awal hingga akhir. Di lain tempat, borang institusi FKIP Untidar (III B) dinilai oleh Prof. Dr. Endry Boeriswati, M.Pd. ditanggapi Dekan FKIP Prof. Dr. Sukarno, M.Si., Wakil Dekan I Drs. Hari Wahyono, M.Pd., serta Wakil Dekan II Dr. Dwi Winarsih, M.Pd. Dalam penilaian borang ini ditanyakan hal-hal terkait visi-misi fakultas, struktur organisasi fakultas, suasana akademik, instrumen mutu, peningkatan sumber daya manusia, dan masalah seputar pembiayaan.

Seperti pada saat visitasi dan verifikasi pada umumnya, prodi ataupun fakultas diminta menunjukkan bukti-bukti fisik berbagai kegiatan yang dilaporkan dalam keterangan borang, seperti berbagai notulen rapat, surat undangan rapat, daftar peserta rapat, SK Mengajar, Sertifikat Pendidik, Kurikulum, Jejak Alumni, berbagai SOP, dokumen PMB, jurnal, karya dosen dan mahasiswa, akses kerjasama dalam dan luar negeri, serta bukti fisik pendukung lainnya.

Dari hasil visitasi tersebut tim asesor menyampaikan beberapa rekomendasi seperti, harus meningkatkan sumber daya manusia dengan memperbanyak lulusan doktor dan menambah jenjang kepangkatan dosen. Berbagai penelitian harus bisa bersaing di luar prodi atau universitas dan penelitian tersebut harus bisa dipublikasikan dalam jurnal ilmiah untuk dapat meningkatkan jenjang prodi. Dalam bidang kurikulum disarankan untuk lebih banyak mengikuti asosiasi. Saran terakhir, supaya dapat mengembangkan perpustakaan online berikut sarana prasarana, akses komputer yang disediakan, sumber pustaka ditingkatkan, dan memperbanyak jurnal internasional yang dilanggan. (TP)

[:en]

[ FKIP – 9/05/17] – Indonesian Language and Literature Study Program (PBSI) got a visit from the National Accreditation Board for Higher Education (BAN-PT) Ministry of Education, Research, and Technology. The assessors  of BAN-PT visited PBSI, Tidar University to hold accreditation visitation on May 6th 2017. BAN-PT Assessors team which consisted of. Dr. Endry Boeriswati, M.Pd. (Universitas Negeri Jakarta) and Prof. Dr. Nurhayati, M.Pd. (Universitas Sriwijaya) was welcomed warmly by the lecturers, the educational staffs, the students, and also the alumni of PBSI Tidar University.  The process of visitation ran well and it started from 8 a.m. until 7 p.m.

In preparing the visitation, the lectures of PBSI had been working since last year. Rangga Asmara, M.Pd. the coordinator of PBSI explained, “The process for preparing the forms for accreditation is not an easy thing. We have been preparing them since June 2016.” He added that his team experienced difficulty in collecting several data, especially curriculum fields such as syllabus, lesson plans, and some research done by the lecturers of PBSI.  “Hopefully PBSI could repeat a satisfying achievment like what we did several years before, we could achieve score A for the accreditation,” asserted him. For now, PBSI has accreditation B from BAN-PT, so there is no doubt the lecturers worked harder and become optimistic to increase the value of accreditation.

The documents of form IIIA (study program) was assessed by Prof. Dr. Nurhayati, M.Pd. and responded by Lilia Indriani, M.Pd.as the chair of department and Rangga Asmara, M.Pd. as the coordinator of PBSI. This event was also attended by other lecturers of PBSI who helped on preparing the forms. In the other hand, the documents of form IIIB (institution) was assessed by Prof. Dr. Endry Boeriswati, M.Pd. and responded by  Prof. Dr. Sukarno, M.Si. as the dean of Faculty of Education and Teacher’s Training (FETT), Drs. Hari Wahyono, M.Pd. as the Vice Dean of Academic and Students’ Affairs, and  Dr. Dwi Winarsih, M.Pd. as the Vice Dean of General Affairs and Finance. The assessors also asked about several things related to the faculty such as visions and missions, organization structure, academic environment, quality instruments, human resources, and things related to finance.

In the process of visitation, the study program and faculty were asked to show physical evidence of the forms such as meeting reports, meeting invitation, list of meeting participants, teaching decree, educator certificates, curriculum, tracer study, Standard Operations Procedures, documents of new students admission, journals, lecturers and students’ works, and other physical evidence.

From the assessment process, the assessors gave some recomendations for PBSI. They recomended to improve the human resources by increasing the number of doctoral graduates and   increasing the level of academic rank for the lecturers. For the curriculum, it was suggested to join more active in any association. Besides, they also suggested to improve the competitiveness of research fields. Their research results should be published in order to  improve the level of PBSI. Last but not least, the improvement of online library by was suggested followed by the improvement of facilities and infastructures, library sources, and international journal subscription. (TP – NA)

[:]

[:id]Ekspos Borang Akreditas[:en]Indonesian Language and Literature Education Study Program Exposes Accreditation Form[:]

[:id]

Magelang – Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) mengadakan rapat ekspos borang akreditasi di ruang lab microteaching (10/02/2017). Rapat yang dipimpin Rangga Asmara, M.Pd. selaku Koordinator Prodi (Korprodi) PBSI itu membahas borang akreditasi yang segera diserahkan ke DIKTI.

“Borang ini hasil kerja keras tim yang akan segera kami bawa ke Jakarta minggu depan,” kata Rangga saat membuka rapat. Rapat dihadiri 14 dosen PBSI dan pejabat struktural Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untidar.

Batas waktu penyerahan borang akreditasi adalah 19 Februari 2017. Diagendakan pada 14 Februari 2017 borang akreditasi tersebut sudah dibawa ke Jakarta.

Borang akreditasi PBSI dikerjakan oleh tim yang terdiri atas dosen-dosen PBSI. Proses pengerjaan borang sudah dimulai sejak Agustus 2016. Dengan kerja keras tim, akhirnya borang dapat diselesaikan. Marilah kita berdoa agar PBSI memperoleh akreditasi A. (IS)

[:en]

FETT Untidar (16/02/2017) – On Friday, 10th February 2017, Indonesian Language and Literature Education Study Program (PBSI) held a meeting for exposing accreditation form. Held in Microteaching Laboratory, the meeting was lead by Rangga Asmara, M. Pd as the Coordinator of PBSI. The meeting itself focused on the accreditaion form which should be handed soon to Ministry of Science

“We will hand this accreditation form in to the Ministry next week,” said Rangga Asmara, M. Pd in the opening of the meeting. The meeting was attended by 14 lecturers of PBSI and also several structural officials from Faculty of Education and Teacher Training.

Lecturers of PBSI has worked hard as the accreditation team. The accreditation form had been done since August 2016 by the team. The accrediation form has The deadline for the form submission is on 19th February 2017. The team of the accreditation scheduled to submit the form to the Ministry on 14th February 2017.

By doing tremendous effort, the team finally could complete the accreditation borang. Let’s hope for the best result, for PBSI getting score A for the accreditation.  (IS-NA)

[:]

[:id]UAS IPBN Semester V PBSI: Nusantara dalam Bingkaian Melodi[:en]IPBN FINAL EXAM OF THE FIFTH SEMESTER PBSI: THE INDONESIAN ARCHIPELAGO IN A FRAME OF MELODY[:]

[:id]

Selasa (10/1) Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar yang mengikuti matakuliah Ilmu Perbandingan Bahasa Nusantara mempersembahkan lagu daerah sebagai rangkaian Ujian Akhir Semester. Acara bertajuk “Nusantara dalam Bingkaian Melodi” itu digelar di Auditorium Untidar.

“Acara ini diselenggarakan oleh mahasiswa yang mengikuti IPBN, yaitu mahasiswa semester V. Konsep acara ini sebetulnya kompetisi menyanyi. Setiap kelas harus menampilkan dua lagu dari daerah yang berbeda,” Kata Taufan Maulana Haris, Ketua Panitia. Semester V terdiri atas 4 kelas sehingga terdapat 4 kelompok. Kelas A menyanyikan lagu Alusia dari Batak dan Wulele Sanggula dari Sulawesi Tenggara; kelas B Ayam Den Lapeh dari Minang dan O Inani Keke dari Sulawesi Utara; kelas C Ampar-ampar Pisang dari Kalimantan Selatan dan Maumere dari Nusa Tenggara Timur, serta Kelas D Cik Cik Periuk dari Kalimantan Barat dan Rasa Sayange dari Maluku. Selain menyanyi, mahasiswa juga menampilkan koreografi yang menawan ditambah dengan kostum daerah.

“Hari ini sebetulnya untuk pesta rakyat, biar mahasiswa bersenang-senang setelah UAS. Sebelumnya, mereka telah mengumpulkan makalah perbandingan bahasa nusantara. Dalam makalah tersebut, mahasiswa menganalisis sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis dari bahasa daerah yang mereka pilih. Lalu, bahasa-bahasa tersebut dibandingkan untuk menentukan kekerabatannya. Bahan untuk mengerjakan makalah tersebut adalah kosakata dasar dan lirik lagu dari bahasa yang mereka pilih. Jadi, selain menyanyi, mereka telah menganalisis bahasa dalam lagu tersebut,” kata Dr. Yulia Esti Katrini, pengampu matakuliah IPBN.

Tidak hanya menyanyi, mahasiswa juga menyediakan kudapan khas daerah. Salah satunya adalah lapet, makanan khas Batak. “Kami memesan makan ini dari orang Batak langsung yang bermukim di Yogyakarta,” kata Antin Purwanti, Seksi Konsumsi.

Acara yang diselenggarakan dengan meriah ini diikuti oleh 138 mahasiswa semester V dan disaksikan para Dosen FKIP Untidar serta beberapa mahasiswa PBSI Untidar. “Saya pikir acara ini sangat menarik, artinya mahasiswa tidak hanya menganalisis bahasa daerah, tapi juga menyanyikan lagu-lagunya. Mereka berusaha melafalkan lagu-lagu dari bahasa di nusantara yang belum biasa mereka ucapkan sebelumnya. Pada kesempatan ini, mereka juga menampilkan keindahan-keindahan nusantara dari lagu, pakaian, dan makanan khasnya,” kata Drs. Fx. Samingin, Dosen PBSI FKIP Untidar. (WJ/ER)

[:en]

Tuesday (10/1/2017) Students of the Bahasa Indonesia and Literature Study Program or PBSI who attend the Comparative Studies of ​ ​Nusantara Language Subject or IPBN present folk songs as a series of Final Examination. The event entitled ‘Archipelago in A Frame of Melody’ was held at the Auditorium of Untidar.

‘The event was organized by students who attend IPBN, the fifth semester students. The concept of this event is actually a singing competition. Each class must show two songs from different Indonesia region,’ said Taufan Maulana Haris, Chairman of the Committee.

Semester V consists of four classes so that there are 4 groups. Class A sings Alusia from Batak and Wulele Sanggula from Southeast Sulawesi. Class B sings Ayam Den Lapeh from Minang and O Inani Keke from North Sulawesi. Class C sings Ampar-Ampar Pisang from South Kalimantan and Maumere from East Nusa Tenggara. Class D sings Cik Cik Periuk from West Kalimantan and Rasa Sayange from Maluku. The students also perform some captivating choreography completed with regional costumes.

‘Today is actually for the public party, let the students have fun after the final exam. Previously, they had to collect the paper of this subject. In the paper, the students analyze the phonological system, morphology, and syntax of the language of their chosen area. Then, the languages ​​are compared to determine the kinship. Materials for finishing the paper is the basic vocabulary and lyrics of their chosen language. So, in addition to singing, they have analyzed the language in the song, ‘ said Dr. Yulia Esti Katrini, IPBN subject lecturer.

Not only singing, students also provide traditional food, for example lapet, Batak traditional food. ‘We booked this meal directly from the Batak people who live in Yogyakarta,’ said Antin Purwanti, Meal Division.

The event was followed by 138 students of the fifth semester and witnessed by the lecturers and some students of Untidar. ‘I think the show is very interesting, meaning that students are not only analyzing the local language, but also singing the songs. They tried to recite the songs of the language in the archipelago which are not familiar with them before. On this occasion, they also show you the beauties of the archipelago of the songs, clothes, and traditional food,‘ said Drs. Fx. Samingin, lecturer of PBSI in Faculty of Teachers’ Training and Education in Tidar University. (WJ/ER)

[:]

[:id]UAS Teori Drama: Dari Teori Ke Praktik[:en]Final Test of Drama Theory: From Theory Into Practice[:]

[:id]

Magelang – Ada pemandangan berbeda di FKIP Untidar pada Rabu (28/12/2016). Tampak beberapa mahasiswa berpenampilan unik sedang berkumpul di depan ruang sebuah kelas. Ternyata, Dra. Riniwati, M.Pd. sedang menggelar ujian akhir semester (UAS) matakuliah Teori Drama. Berbeda dengan matakuliah lain yang menggelar UAS dengan ujian tulis, UAS Teori Drama diselenggarakan dalam bentuk pentas drama di ruang I-13 FKIP, Untidar.

Pementasan drama tersebut bersifat tertutup atau tidak dibuka untuk umum sehingga tidak ada penonton yang hadir. Hanya kelompok-kelompok yang menanti giliran tampillah yang tampak duduk sebagai penonton. Setiap kelompok diberi durasi tampil sekira 30 menit. Mereka membawa berbagai atribut pementasan sesuai dengan tema lakon yang dimainkan.

Beberapa kelompok menunggu giliran tampil sambil menonton teman mereka.

Beberapa kelompok menunggu giliran tampil sambil menonton teman mereka.

Mahasiswa dibagi menjadi lima kelompok. Setiap kelompok memainkan lakon berbeda-beda. Mereka diberi kebebasan memilih lakon yang dimainkan. Mereka juga dapat menciptakan lakon sendiri.

“Lakon dapat dibuat sendiri atau mengambil dari yang sudah ada. Biasanya teman-teman mengambil lakon yang sudah ada karena tugas (di matakuliah lain) banyak,” kata Muhaimim Adi Kurniawan yang sedang bersiap memainkan lakon Keong Mas.

Riniwati menginginkan mahasiswanya tidak hanya menguasai ilmu secara teoretis. Utamanya, ia menekankan bahwa berkreasi dalam sastra harus dilandasi rasa kebebasan.

“Mahasiswa tidak hanya tahu secara teoretis, tetapi secara alamiah mereka mampu mengekspresikan karakter yang dimainkan. Selain itu, mereka bisa mengekspresikan diri secara bebas dalam bersastra,” kata Riniwati disela-sela kesibukannya mengajar.

[:en]

Magelang –A different atmosphere was seen in Untidar on Wednesday (28/12/2016).  Some students in a unique appearance were gathering in front of the class. Apparently, Dra. Riniwati, M.Pd. held the final test of Drama Theory. Different with other lessons which has a written final test, Drama Theory held the drama performance as the final test in I-13-one of class in FKIP, Untidar.

This Drama performance does not open for public so there were no audiences came to watch the performance. Only some groups who waited for their turn sat as audiences. Every group should perform in around 30 minutes. They brought many performance’s attributes based on their role in the drama.

drama 2

Some groups watched their friends while waiting for their turn

Students were divided into five groups. Every group played a different story. They can choose the story themselves and act it. They can create their own story too.

“We can make the story or adapt the existence story. We usually adapt the existence story because we have a lot of assignments in another lessons,” said Muhaimin Adi Kurniawan who prepared to play Keong Mas.

Riniwati hoped that the students not only master this lesson theoretically. She emphasized that creativity in literature should be based on freedom. “Students not only know the theory, but they also have the capability in expressing the character they played naturally. Additionally, they can express themselves freely in composing literature.” Said Riniwati in the space of her teaching activity. (IS/AW)

[:]