Mahasiswa Semester III PBSI Membuat Buku Naskah Drama

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Semster III Universitas Tidar mengadakan acara Peluncuran Buku Goresan Tinta Bocah Sastra, Kamis (22/12) di ruang kelas PBSI. Buku tersebut merupakan produk mata kuliah Teori Drama.
“Pada mata kuliah Teori Drama, pertemuan pertama sampai dengan UTS (Ujian Tengah Semester) mahasiswa belajar tentang teori drama. Selanjutnya, mahasiswa membuat naskah drama, bisa menulis sendiri atau mengadaptasi, yang jelas tidak menjiplak. Arahnya nanti mata kuliah ini sebagai persiapan menuju Pementasan Drama yang akan mereka ambil di semester IV,” tutur Imam Baihaqi, M.A., Dosen PBSI Untidar Pengampu Mata Kuliah Teori Drama.
Kuliah ini diikuti oleh 41 mahasiswa PBSI. Kelas dibagi menjadi sepuluh kelompok. Setiap kelompok diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan satu naskah drama. Setiap naskah digarap oleh 4 – 5 mahasiswa sehingga dalam buku tersebut terdapat sepuluh naskah drama.
“Kami mengerjakan naskah ini selama tiga minggu kurang lebih. Namun, sebetulnya dosen sudah memberi tahu kami tentang tugas ini pada awal kuliah,” kata Ainun Dyan Desiana, mahasiswa PBSI Semester III.
“Kami sangat senang nama kami ditulis dalam buku. Itu kebanggaan bagi kami. Senang rasanya karena ini adalah pengalaman pertama,” kata Dina Eka Cahyani, mahasiswa PBSI Semester III sambil tersenyum. Dina mengaku setiap mahasiswa membayar 25 ribu untuk ongkos cetak. Naskah dicetak sebanyak 60 eksemplar untuk cetakan pertama. Buku tersebut telah dibagikan untuk 41 mahasiswa, dosen pengampu, dan para ahli sastra yang memberikan penilaian buku. “Rencananya sisa buku akan kami sumbangkan di perpustakaan Untidar dan beberapa sekolah di Magelang,” tambah Ainun.
Harapannya buku ini dapat digunakan sebagai bahan ajar sastra di sekolah. Buku ini juga legal untuk dijadikan bahan ajar karena telah ber-ISBN, tambah Imam Baihaqi, M.A., yang juga berperan sebagai editor buku ini. WJ.

[:id]Atif Sholehuddin, Mahasiswa PBSI Juarai Lomba Esai Nasional[:]

[:id]

Kabar gembira datang dari salah satu mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar, Atif Sholehuddin. Mahasiswa semester VI ini dinobatkan menjadi Juara I Lomba Esai yang diadakan PCINU (Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Sudan dalam rangka Hari Lahir NU ke-92.

Melalui esai berjudul Pengukuhan Sinergi Lingkungan Pesantren dan Nilai-nilai Kebangsaan sebagai Tonggak Penanaman Sikap Toleransi Generasi Muda di Indonesia, Atif berhasil menjadi juara pertama dengan hadiah sertifikat dan uang pembinaan senilai satu juta rupiah.

“Lomba ini diselenggarkaan secara online, naskah dikirimkan melalui email. Pengumuman lomba juga disebarkan melalui media sosial. Saya mendapatkan informasi lomba ini dari akun instagram @nu_online yang saya ikuti. Kemudian, saya mencari ketentuan lombanya. Ternyata, lomba tersebut untuk pelajar atau mahasiswa. Tema yang diberikan adalah Aspirasi Pilar Persatuan Umat,” tutur Atif menceritakan prosesnya mengikuti lomba esai dengan penuh semangat.

Atif juga menambahkan dirinya memang suka menulis. “Karya ini sebetulnya sudah saya tulis sekitar setahun lalu. Akan tetapi, belum pernah saya publikasikan. Kebetulan lomba ini pas dengan karya tersebut. Setelah direvisi dengan beberapa penyesuaian agar tidak jauh dari tema, saya kirimkan esai ini,” kata Atif.

Esai tersebut berisi tentang penguatan kembali peran pesantren sebagai pencetak generasi muda yang tidak hanya menguasai ilmu keagamaan, namun juga menanamkan jiwa nasionalisme. Lomba ini dinilai oleh juri-juri dari tokoh NU yang cukup mumpuni. Mereka adalah K.H. Muhmammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D (ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat), Dr. (HC). Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini (Sekretaris Jenderal PBNU), dan Dr. H. Muhammad Afifullah Rifa’i, M.A. (Mustasyar PCINU Sudan). Selain mendapatkan sertifikat dan uang pembinaan, esai tersebut juga akan dimuat dalam e-book Lomba Tulis Essay PCINU Sudan.

Selamat Atif, semoga makin berprestasi. Kemenangan ini diharapkan dapat menginspirasi mahasiswa FKIP lainnya untuk aktif mengikuti lomba-lomba lainnya. Selain untuk menambah prestasi, lomba-lomba tersebut juga dapat meningkatkan aktualisasi diri mahasiswa di forum ilmiah, khususnya di luar kampus. FKIP is the best! (WJ)

[:]

[:id]HIMAPRODI PBSI FKIP Mempersembahkan Gelar Sastra Bertajuk “Lini Masa Sastra”[:en]FETT: The Student Association of PBSI Presents Literary Performance entitled “Literature Timeline”[:]

[:id]

FKIP-UNTIDAR (26/4). Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar mengadakan gelar sastra bertajuk “Lini Masa Sastra” Senin, 23 April 2018. Gelar sastra ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan setiap tahun sekali. Acara yang dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB di Gedung Auditorium Untidar ini dibuka oleh Rangga Asmara, M.Pd. selaku Koordinator Prodi PBSI.

Gelar sastra ini menampilkan berbagai penampilan dari pembacaan puisi tunggal, puisi berantai, musikalisasi puisi, monolog, akustik, dan stand up comedy. Mahasiswa baik dari prodi PBSI maupun dari prodi lainnya turut memeriahkan acara ini, di antaranya, Nia Desnata Hati, Kristia, dan Frida mahasiswa PBSI Semester 2 yang menampilkan puisi bearntai. Musikalisasi puisi yang ditampilkan oleh Raffi dan Veren dari FISIP Untidar juga Jauhar dari Prodi Teknik Elektro yang membawakan stand up comedy.

Selain mahasiswa, dosen Prodi PBSI pun turut hadir dan memeriahkan gelar sastra tahun ini, yakni Imam Baihaqi, M.A. dan Dzikrina Dian Cahyani, M.A. yang membacakan puisi. Menurut salah satu mahasiswa Prodi PBSI Semester 6 M. Yaskur menuturkan bahwa “Gelar sastra tahun ini antusias dari penonton lebih besar dari gelar sastra tahun lalu. Dari segi penampilan, lebih bagus dan meriah.” Setyo Herbi Bawono mahasiswa PBSI Semester 6 juga menuturkan “Gelar sastra tahun ini lebih ramai, kemudian dihadiri oleh Kelompok Sastra Temanggung dan Sastrawan Magelamg Mas Gepeng dan PS Wibowo.” Dia juga menyampaikan harapannya “ Semoga mahasiswa PBSI lebih antusias untuk memeriahkan gelar sastra tahun-tahun berikutnya dan mereka bisa tampil di panggung gelar sastra yang diadakan oleh Himaprodi PBSI.” (WL)

[:en]

FETT-UNTIDAR (26/4). The Student Association of Indonesian Language and Literature Education department (PBSI) held literary performance entitled “Literature Timeline” on Monday, April 23, 2018. This literary is the annual event. This event was officially opened by Rangga Asmara, M.Pd. as the coordinator of PBSI department.

This performance showed the various performances such as reciting a poem, reciting a chain poem, poetry musicalization, monolog, accoustics, and stand up comedy. The students from PBSI and also form another departments enlivened this events, for instance, Nia Desnata Hati, Kristia, and Frida the freshmen of PBSI who recited a chain poem. Beside that, Raffi and Veren from Faculty of Social and Political Science (FISIP) performed poetry musicalization. Then, Jauhar from electrical enginiring department performed stand up comedy.

In addition, the lecturers of PBSI, Imam Baihaqi, M.A. and Dzikrina Dian Cahyani, M.A. also attended this event. Both of them recited the poem to cheer thie event. Yaskur, the junior year of student said that “the audiences’ enthusiastic of this literary performance is greater. The performance is also good and rousing.” Setyo Herbi Bawono stated that “This literary performance is more bustling. This event was also attended by Mas Gepeng and PS wibowo from Temanggung and Magelang literary group.” Then, He expected that PBSI students will be more enthusiasts to enliven the next literary performance and they are able to perform well in literary performance held by students association. (WL/AW)

[:]

[:id]Seminar Nasional Himaprodi PBSI dalam Rangkaian Peringatan Hari Sastra 2018[:en]Himaprodi PBSI held a national seminar to comemorate FETT Literary Day 2018[:]

[:id]

Senin (23/4), Himaprodi PBSI mengadakan seminar nasional bagi mahasiswa. Seminar yang merupakan rangkaian kegiatan untuk memperingati hari sastra 2018 ini mendahului kegiatan gelar sastra dan lomba baca sajak. Seminar yang mengusung tema esensi kebudayaan dalam sastra sebagai penguat moral bangsa ini menghadirkan dua pembicara yaitu Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. Dan Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Kedua pembicara tersebut mengkaji sastra dalam kontribusinya pada penguatan moral bangsa.

Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. membeberkan sulitnya membedakan antara berita hoax atau tidak pada era post truth saat ini. Terlebih lagi adanya keinginan manusia untuk hidup serba instan akan sangat berhubungan dengan moral. Sastra sebagai rumah budaya selalu menanamkan nilai-nilai moral yang dapat memberikan pembelajaran moral. Dalam kesempatan tersebut, guru besar Universitas Negeri Surabaya ini membahas beberapa karya sastra, diantaranya puisi berjudul “Malu Aku jadi Orang Indonesia” karya Taufik Ismail. Puisi tersebut menggambarkan mental orang Indonesia saat ini. Puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron yang menggambarkan anak bangsa yang tetap mencintai tanah air dan mempunyai jiwa nasionalisme. Puisi terakhir yang dibahas dalam seminar tersebut berjudul “Ketika Agama Kehilangan Tuhan” karya KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Puisi yang menggambarkan nilai moral bangsa Indonesia yang sudah memperjualbelikan agama.

Pembicara kedua yaitu Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Mengkaji sebuah cerpen yang berjudul ”Tidurlah, Nalea, Esok Kita Abadi” karya Sungging Raga. Puisi yang sarat dengan nilai-nilai moral tersebut dikupas tuntas oleh guru besar FKIP Universitas Tidar tersebut. Kedua pembicara mengakhiri seminar dengan berpesan untuk selalu mengupayakan meningkatkan minat baca sastra baik untuk diri sendiri maupun orang di sekitar sehingga dapat memperkuat moral orang Indonesia. (ET)

[:en]

Monday (23/4), Himaprodi PBSI held a national seminar for students. The seminar, part of a series of activities to commemorate the literary day 2018 precedes the activities of gelar sastra ( literary performance) and poetry reading contest. The seminar carrying the theme of cultural essence in literature as the moral of the nation presents two speakers, namely Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. And Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Both speakers reviewed literature in its contribution to the moral strengthening of the nation.

Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. disclosed the difficulty of distinguishing between hoax news or not in this post truth era nowadays. Moreover, the human desire to live instantaneously will be closely related to the discussion of moral. Literature as the home for culture implies moral values ​​which provide moral learning. On the occasion, the professor of the State University of Surabaya discussed several works of literature, including the poetry entitled “Malu Aku jadi Orang Indonesia” (Ashamed of Being Indonesian) by Taufik Ismail. The poetry describes the mentality of Indonesians today. Poetry “Indonesia Tanah Sajadah” by D. Zawawi Imron describes the nation’s children who love the homeland and embrace the spirit of nationalism. The last poetry discussed in the seminar was entitled “When Religion of Lost Its God” by KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Poetry depicting the moral values ​​of the Indonesian nation that has traded religion.

The second speaker, Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. assessed a short story entitled “Tidur, Nalea, Esok Kita Abadi” (Sleep, Nalea, Tomorrow We’re Eternal)  by Sungging Raga. The short story loaded with moral values ​​is discussed thoroughly by the professor of FKIP Universitas Tidar. Both speakers ended the seminar with a message to all of the audiences to always seek to increase the literacy and gain more interest in literature both for themselves and those around so as to strengthen the morale of Indonesian people. (WD)

[:]

[:id]Bernyanyi Lagu Nusantara untuk Buktikan Kekerabatan Bahasa[:en]Singing Folk Song to Prove the Language Family[:]

[:id]

Pagi itu (Jumat, 19/1) Auditorium Universitas Tidar ramai oleh mahasiswa yang berpenampilan dengan busana bercorak nusantara. Mereka adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar. Semua mahasiswa tampak mengenakan kain seragam yang dikreasikan menyerupai pakaian adat di Indonesia.

Rupanya, mereka semua akan tampil menyanyikan lagu daerah dalam acara “Lantunan Nada Nusantara”. Acara tersebut merupakan pagelaran untuk menutup Ujian Akhir Semester (UAS) Gasal 2017/2018. Pagelaran tersebut juga bagian dari UAS matakuliah Ilmu Perbandingan Bahasa Nusantara (IPBN).

“Kami harap, seluruh mahasiswa bersuka cita pada hari ini karena UAS telah selesai. Sebelumnya, para mahasiswa telah menyelesaikan makalah perbandingan bahasa dengan sumber data lirik lagu nusantara dan kosakata dasar Swadesh. Hari ini, mereka akan menyanyikan lagu tersebut,” kata Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., dosen matakuliah IPBN, saat membuka acara.

“Acara ini diikuti oleh 116 mahasiswa yang mayoritas semester 5 PBSI Untidar yang terbagi atas 3 kelas. Kami menyiapkan dua lagu setiap kelas dan dua lagu untuk dinyanyikan bersama satu angkatan,” kata Arief Setiawan, ketua panitia.

Acara tersebut dibuka oleh 3 pembawa acara yang mewakili tiap-tiap kelas. Selanjutnya, seluruh mahasiswa peserta matakuliah IPBN menyanyikan lagu Mudiak Arau dari Sumatera Barat. Berikutnya, mahasiswa kelas B menyanyikan lagu Mana Lolo Banda dari Nusa Tenggara Timur dan Huhate dari Maluku. Mereka tampak mengenakan kain slempang untuk menambah kesan budaya nusantara.

Selanjutnya, kelas A menyanyikan lagu Bungong Jeumpa dari Aceh dan Manuk Dadali dari Sunda. Lagu Bungong Jeumpa makin menarik dengan persembahan Tari Saman yang disajikan seluruh mahasiswa kelas A sambil bernyanyi. Kelas ketiga menyanyikan lagu Si Patokaan dari Sulawesi Utara dan Rambadia dari Sumatera Utara. Persembahan tersebut makin menarik dengan seragam kain jarit bermotif batik yang dikenakan mahasiswa kelas A.

“Kami mempersiapkan acara ini selama kurang lebih 2 bulan. Akan tetapi, sebulan terakhir kami mempersiapkan lebih intensif, mulai dari penyelarasan lagu, kostum, dan koreografi,” kata Ainun Dyan Desiana, koordinator Kelas A.

Acara ditutup dengan menyanyi bersama-sama lagu Maumere dari NTT. Tidak hanya mahasiswa, bahkan seluruh dosen PBSI yang hadir dan penonton ikut menyanyi dan menari bersama. Lagu-lagu tersebut digunakan untuk membuktikan kekerabatan bahasa nusantara seperti tujuan matakuliah IPBN. Dari situ, para mahasiswa juga akan lebih mengenal budaya nusantara melalui bahasa yang digunakan. (WJ)

[:en]

Friday (19/1), Aula of Universitas Tidar was full of students who wears archipelago patterned fashion. They were the students of Indonesian language and literature education (PBSI) of the faculty of education and teachers training Universitas Tidar All students wore the uniform that is created like Indonesian custom.

They will perform and sing the folk song in the event entitled “Lantunan Nada Nusantara” (The tone of Archipelago) on that day. This event was the performance to close the final test of odd semester in academic year 2017/2018. The performance was also the part of the final test of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject (IPBN).

“We do hope all students are rejoicing today since the final exam has finished. Prior to this, the students have finished their paper with the theme of language comparison by using folk song lyric and the basic vocabulary of Swadesh. Today, they will sing the song.” Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., the lecture of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject, delivered her opening speech.

“This event was followed by 116 students of the fifth semester which is divided into 3 classess. We prepare two songs each classess and two songs that we sing together.” Arif Setiawan, the chief of committee explained.

This event was opened by 3 master of ceremonies from each classess. The, all students who joined Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject sang Mudiak Arau from West Sumatra. After that, the students of class B sang Mana Lolo Banda from East Nusa Tenggara and Huhate from Molucass. They appeared to wear a sling to add the culture of the archipelago ambiance.

Next, the students of class A sang Bungong Jeumpa from Aceh and Manuk Dadali from West Java. Bungong Jeumpa was more interesting since the students performed Saman dance while they were singing. On the other hand, the tird class sang Si Patokaan from North Sulawesi and Rambadia from North Sumatra. Those performance was more remarkable since the students wore scarf with batik motif.

“We prepare this event for two months. However, the last month we are preparing more intensively, starting from the alignment of songs, costumes, and choreography,” explained Ainun Dyan Desiana, the coordinator of class A.

This event was closed by Maumere from East Nusa Tenggara which is sang together. Not only students but also all PBSI lecturers who come tp this event sang and dance together. The songs in this performance was used to prove the family of Nusantara Language as it the purpose of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject. The students will more familiar with Nusantara cultures through language. (WJ/AW)

[:]

[:id]Mahasiswa PBSI Luncurkan Buku “Kreasi Senin Pagi”[:]

[:id]

Setelah berhasil menerbitkan kumpulan buku drama berjudul Bahan Ajar Drama Goresan Tinta Bocah Sastra, kini Imam Baihaqi, M.A.  bersama kawan-kawan mahasiswa semeter III akatan taun 2017 mampu melahirkan kembali buku kumpulan drama berjudul “Kreasi Senin Pagi”. Setelah melalui proses yang cukup lama akhirnya buku kumpulan drama tersebut diluncurkan pada hari Selasa tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.00 WIB di FKIP Untidar. Meskipun di tengah-tengah suasana UAS, tetapi hampir seluruh pengarang yaitu mahasiswa semester III B tetap bersemangat menyaksikan acara tersebut.

Imam Baihaqi selaku dosen pengampu mata kuliah drama menyampaikan bahwa buku tersebut merupakan sebuah produk hasil pembelajaran makul teori drama. Genre sastra drama memang berbeda dengan genre sastra lainnya. Drama membutuhkan keterampilan dalam pementasan juga penguasaan naskahnya. Dalam proses penggarapan buku kumpulan naskah drama kali ini dilakukan dengan lebih matang dari sebelumnya. Sehingga meskipun mengusung tema yang hampir sama dengan yang sebelumnya, tapi dari sisi cerita hal-hal yang diangkat lebih serius.

Pada kesempatan wawancara beberapa mahasiswa menyampaikan kesan dan pesan terhadap buku tersebut dengan penuh semangat. Mereka menyambut gembira atas keberhasilannya membuat buku kumpulan drama untuk pertama kalinya.

“Kesan saya dengan adanya pembuatan buku kumpulan naskah drama ini pastinya sangat senang sekaligus bangga karena pada akhirnya kita mahasiswa mempunyai buku yang didalamnya ada hasil karya kita sendiri dan bukunya ber-ISBN pula. Itu adalah kebanggaan tersendiri karna tidak semua mahasiswa berkesempatan seperti kita. Selain itu terbitnya buku ini juga menggugah semanggat untuk lebih banyak dan lebih produktif berkarya agar terbit buku buku lain. Pesannya semoga tidak hanya berhenti di sini. Semogga masih bisa lebih menghasilkan buku lain yang pastinya lebih berkualitas entah di bidang sastra bahasa ataupun bidang lain. Semoga ini bisa menjadi bekal kita untuk lebih berprestasi lagi. Terimakasih Pak Imam..”kata ketua kelas, Nuryanto dengan penuh semangat.

“Mata kuliah Teori Drama memang terbaik, bisa memberi output sebuah karya sastra yang benar-benar bisa dinikmati khalayak karna diabadikan dalam bentuk buku. Pastinya, saya merasa hagiaan yang tak terhingga karna tertera sebagai penulis di buku ber-ISBN. Sungguh bangga tak terkira. Semoga buku ini bisa bermanfaat dan menginspirasi pembaca agar bisa terus berkarya. Semoga generasi sastra ke depannya bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menuangkan idenya,” Kata Rizqi Mutiara Ningrum yang akrab disapa Kikik.

“Bukunya bagus, mampu menginspirasi mahasiswa untuk terus berkarya dan melestarikan sastra.  Naskah-naskah yang dimuat di dalam buku tersebut menarik  dan sangat membantu dalam pembelajaran sastra. Semoga untuk kedepannya bisa membuat naskah-naskah yang lebih baik dan lebih kreatif. Jangan berhenti berkarya untuk melestarikan sastra,” kata Dwi Astuti penuh percaya diri.

[:]

[:id]Retorika: Tak Sekadar Teori, Praktik Juga Penting[:en]Rethorics: It Isn’t Only the Theory, Practice Contributes More[:]

[:id]

Menuntut ilmu di perguruan tinggi tak hanya segi teori saja yang harus dikuasai, akan lebih baik jika dapat mempraktikkan teori yang sudah diterima dalam kehidupan sehari-hari. Itulah yang menarik dari setiap pembelajaran di kelas jika bisa secara langsung diaplikasikan. Termasuk pada salah satu mata kuliah yang ada di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Untidar yakni Retorika. Mata kuliah wajib ini dilalui mahasiswa pada setiap semester 3 yang diampu oleh Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Mata kuliah Retorika memang menarik, secara harafiah mata kuliah ini adalah sebuah seni dalam berbicara, maka yang dikembangkan ya kemampuan berbicara kita. Baik itu berbicara secara formal maupun nonformal. . Kalau sudah mencapai tataran yang lebih tinggi, seni berbicara itu bisa kita gunakan untuk mempersuasi orang lain,” ungkapnya.

Untuk mengevaluasi proses perkuliahan selama satu semester diadakanlah Ujian Akhir Semester (UAS). “UAS untuk mata kuliah Retorika ini saya bebaskan anak-anak untuk memilih sendiri mau praktik sebagai penyiar radio atau sebagai MC. Kedua hal ini sama-sama membutuhkan seni berbicara tingkat tinggi dan sama-sama harus bisa menarik bahkan mempengaruhi perhatian pendengarnya. Dari kedua pilihan ini yang paling populer diminati mahasiswa adalah praktik sebagai penyiar radio, mungkin karena tantangannya lebih banyak daripada menjadi MC,” jelas Pinaka. Dalam mempersiapkan UAS praktik menjadi seorang penyiar, selama setengah semester mahasiswa telah dibekali dengan berbagai teori seputar kepenyiaran, seperti karakteristik radio, teknik mixing, senam mulut, sampai cara penulisan naskah.

Salah satu mahasiswa PBSI, Putri Rinda Choerunissa mengungkapkan kegembiraannya menjalani mata kuliah Retorika. “Ini adalah salah satu mata kuliah favorit saya, karena saya suka ngomong jadi bisa lebih meng-eksplore diri sendiri, jadi tahu kemampuan kita seberapa. Saya memilih praktik siaran juga karena merasa lebih enjoy, bahasa siaran itu sama seperti saat berbicara menggunakan bahasa keseharian anak muda. Apalagi setelah berpraktik ini saya jadi lebih yakin untuk menerima tawaran menjadi penyiar radio. Saya rasa pengetahuan dan pengalaman dari mata kuliah ini cukup membantu.”

Pinaka berharap ujian praktik yang diadakan di akhir semester ini bisa membawa mahasiswa merasakan benar bahwa menjadi penyiar dan mc memerlukan latihan yang terus menerus bukan hanya bakat alami saja. “Semoga dari mata kuliah ini bisa menelurkan penyiar-penyiar FKIP berkompeten, mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dahulu untuk menyongsong magang kepenyiaran nantinya di semester 5. Terutama praktik ini terintegrasi pula dengan profil lulusan Prodi PBSI yang salah satunya membekali mahasiswa terampil menjadi penyiar atau dalam bidang jurnalistik,” ungkapnya mengakhiri.

[:en]

Studying at university isn’t only about mastering theoretical aspects; practising them in everyday life is agreed to be better for students. That’s why it’s always interesting if those from every classroom learning can be directly applied, one of which is a course in the Indonesian Language and Literature Study (PBSI) of FKIP Untidar namely Rhetorics. This compulsory subject is taken by students in every 3rd semester which is taught by Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Rhetorics is interesting, literally this course is an art in speaking, so that the skill developed is speaking ability, whether it is formal or informal speaking. When it reaches a higher level, this art of speaking can be used to persuade others,” she said.

To evaluate the lecturing process during one semester, the final term test (UAS) was held. “ for the final term test, I let students choose to practice as a radio broadcaster or as an MC themselves. Both of these require high level of the art of speaking and both should be able to attract and even affect the attention of listeners. Of these two, the most popular choice of students is the practice of radio broadcaster, perhaps it is because of the challenges are more than being an MC,” Pinaka explained. In preparing UAS for the practice of becoming a broadcaster, during the semester, students have been equipped with various theories about broadcasting, such as radio characteristics, mixing techniques, oral gymnastics, and scriptwriting.

One of the PBSI students, Putri Rinda Choerunissa expressed her delight in undergoing Rhetoric course. “This is one of my favorite subjects, because I like to talk so that I can explore myself more, making me know the level of my speaking ability. I chose the broadcasting practice also because it feels more enjoyable; broadcast language is the same with the speaking of youngster’s everyday life. Especially after this practice I became more confident to accept the offer to be a radio announcer. I think the knowledge and experience of this course is helpful.”

Pinaka hopes that the practice examination held by the end of this semester can bring the students to feel right that being a broadcaster and mc requires constant practice not just natural talent. “Hopefully this course can produce competent FKIP broadcasters, who have the advanced knowledge and experience before having the broadcasting apprenticeship later in semester 5. This practice is, especially, integrated to the profile of PBSI graduates, one of is equipping students to be competent broadcasters or employees in journalism,” she concluded.

[:]

[:id]Penerjunan PKL Jurnalistik Mahasiswa PBSI FKIP Untidar di Suara Merdeka[:en]Journalistic Feld Work Practice in Suara Merdeka[:]

[:id] 

FKIP-UNTIDAR (24/10). Dalam rangka Praktik Kerja Lapangan Jurnalistik, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar, Selasa 24 Oktober 2017 diterjunkan di Kantor Perwakilan dan Iklan Koran Suara Merdeka Jalan Pierre Tendean Magelang. Mahasiswa yang mengikuti Praktik Kerja Lapangan ini merupakan mahasiswa semester 5.

Kedatangan mahasiswa di kantor Suara Merdeka, disambut baik oleh pimpinan Suara Merdeka Karesidenan Kedu dan DIY Bapak Drs. H. Dodhy Yulianto W., MBA dan salah satu wartawan senior Suara Merdeka Eko Priyono. Dalam penyambutannya, mahasiswa diberi pembekalan awal berupa sejarah koran dan bagaimana cara koran dapat bertahan hingga kini.

Ayu Wulandari, M.Pd. dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar yang menjadi Pembimbing PKL Jurnalistik di Suara Merdeka, menuturkan “Praktik Kerja Lapangan ini merupakan aplikasi dari teori perkuliahan jurnalistik yang sudah mahasiswa dapatkan di semester 4. Mahasiswa harus memanfaatkan sebaik-baiknya dan menyerap ilmunya sebanyak-banyaknya. Sebelum bekerja meliput berita, mahasiswa harus melihat SOPnya terlebih dahulu sehingga hasil output benar-benar sesuai visi misi Suara Merdeka.”

Beliau juga memaparkan harapannya ke depan “Dengan Praktik Kerja Lapangan ini, keterampilan mahasiswa dalm bidang jurnalistik semakin bertambah, mahasiswa dapat memasarkan informasi terkini melalui media cetak dan elektronik. Harapan lainnya, semoga Praktik Kerja Lapangan Jurnalistik menjadi ajang pengabdian pada masyarakat melalui siaran pers.” (WL)

[:en]

FETT-UNTIDAR (24/10). In the framework of Journalistic Field Work Practice, students of Indonesian Language and Literature Studies Program FETT Untidar, Tuesday, October 24, 2017 deployed in the Office of Representatives and Newspaper Advertising Suara Merdeka in Magelang. Students who follow this Field Work Practice are students of 5th semester.

The arrival of students in the Suara Merdeka office, welcomed by the leader of Suara Merdeka of Kedu Residency and Yogyakarta Special Region, Drs. H. Dodhy Yulianto W., MBA and one senior journalist of Suara Merdeka, Eko Priyono. In his welcoming speech, students were given an initial briefing in the form of newspaper history and how the newspaper can survive until now.

Ayu Wulandari, M.Pd., a lecturer of Indonesian Language and Literature Education FETT Untidar, who guides Journalistic Field Work Practice in Suara Merdeka, said “This Field Work Practice is an application of journalistic lecture theory that students have got in the Fourth Semester. Students should make the best use and take the kowledge as much as possible. Before working on covering the news, students must see the SOPs first so that the output results are exactly in line with the vision of the Suara Merdeka mission. “

He also expressed his future hope, “By doing this Field Work Practice, student skills in the field of journalism is increasing, students have marketing ability for the latest information through print and electronic media. Hopefully, Journalistic Field Work Practice becomes a place of community service through press release. “(ER)

[:]

[:id]Gelar Sastra: Agenda Tahunan Parade Sastra Himpro PBSI[:en]Literary Degrees: The Annual Agenda of The HIMPRO PBSI Literary Parade[:]

[:id]

Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Himpro PBSI) mengadakan acara Gelar Sastra dengan tema “Jerait Sastra untuk Segenap Rasa” pada Selasa malam (12/9). Acara tersebut diisi dengan 26 penampilan sastra dari Mahasiswa Untidar dan komunitas sastra lainnya.

“Peserta acara ini sangat banyak dan meningkat dari tahun lalu. Dulu, gelar sastra merupakan acara yang seolah milik mahasiswa PBSI saja, lalu meningkat dimeriahkan oleh mahasiswa se-universitas. Tahun ini, gelar sastra dihadiri oleh penikmat sastra dari masyarakat umum, seperti Mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang sedang praktik mengajar di Kota Magelang, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, serta Komunitas Sastra dari Magelang dan Temanggung. Hal tersebut merupakan kebanggan bagi kami,” tutur Mohammad Dwi raharjo, Ketua Himpro PBSI saat memberikan sambutan.

Malam ini berbagai jenis kegiatan sastra ditampilkan oleh Mahasiswa Untidar maupun masyarakat umum dan para tamu undangan. Kegiatan tersebut berupa musikalisasi puisi, teater, monolog, menyanyi solo dan grup, serta stand up comedy.

Sastrawan Magelang saperti Gepeng dan E.S. Wibowo turut membacakan puisi mereka. Selain itu, Komunitas Sastra Temanggung, KSS3G, juga turut tampil bernyanyi dan membacakan puisi. Acara yang berlangsung pukul 19.00 – 23.30 WIB tersebut sangat meriah dengan kehadiran sekitar 300 orang peserta. Masyarakat umum yang datang seperti Mahasiswa Unnes juga berkenan membacakan satu puisi.

“Kami sangat bersyukur dengan banyaknya peserta yang datang. Kami berharap tahun depan akan lebih meriah lagi dengan penampilan dari sastrawan-sastrawan lainnya. Acara ini merupakan agenda tahunan Himpro PBSI untuk menggemakan semarak mencintai dan mengapresiasi karya sastra,” ujar Muh. Ikhsan, Mahasiswa Semester 3 PBSI sekaligus ketua panitia. WJ

[:en]

Student Association of Language and Literature Education Study Program (Himpro PBSI) held a Literary Degree event with the theme ” Jerait Sastra untuk Segenap Rasa” on Tuesday night (12/9). The event was filled with 26 literary performances from Untidar students and other literary communities.

“Many participants attend this event and increase from last year. In the past, literature was an event that seemed to belong to PBSI students only, then increased enlivened by university students. This year, the literary title was attended by literary connoisseurs from the general public, such as the State University of Semarang students who are doing teaching practice in Magelang City, University of Muhammadiyah Malang students, and the Literary Community from Magelang and Temanggung. It is a pride for us, “said Mohammad Dwi Raharjo, Chairman of Himpro PBSI when giving a speech.

Tonight various types of literary activities are featured by Untidar students as well as the general public and invited guests. The activities are musical poems, theater, monologue, solo singing and group, as well as stand up comedy.

Magelang writers like Gepeng and E.S. Wibowo also recited their poems. In addition, the Community of Temanggung Literature, KSS3G, also performed singing and reciting poetry. The event which is held at 19.00 – 23.30 p.m. was very festive with the presence of about 300 participants. The common people who come like Unnes students are also willing to read a poem.

“We are very grateful with the many participants who came. We hope next year will be more lively again with the performance of other writers. This event is an annual agenda of Himpro PBSI to echo the love and appreciation of the literary works, “said Muh. Ikhsan, PBSI third semester student and chairman of the committee. (ER)

[:]

[:id]Himpro PBSI Gelar Seminar Sastra untuk Membangun Toleransi[:en]FETT: HIMPRO PBSI Holds a Seminar on Literature to Build Tolerance[:]

[:id]

Selasa (12/9) suara gemuruh terdengar dari Auditorium Universitas Tidar. Pagi itu, Himpunan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Himpro PBSI) menggelar Seminar Sastra bertema “Membangun Sikap Toleransi Melalui Pengajaran Sastra”. Acara tersebut dihadiri oleh sastrawan nasional Sosiawan Leak dan pengajar sastra andal Maria Utami sebagai narasumber.

Setyo Herbi, Ketua Panitia, mengatakan acara tersebut merupakan agenda rutin Himpro PBSI. Gelaran seminar sastra kali ini memiliki tema tersebut mengingat Negara Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada permasalahan perihal toleransi, khususnya dalam hal agama.

Dengan kasih sayang kita simpan bedil dan kelewang, kutipan puisi Rendra tersebut menggambarkan toleransi yang sangat tinggi. Sikap lembut dan kasih sayang merupakan fondasi utama toleransi,” kata Sosiawan Leak saat membuka materi. Selanjutnya, sastrawan asal Solo tersebut menjelaskan sikap toleransi dapat dibangun dengan kebebasan berekspresi dan tidak memaksakan kehendak.

Acara yang dihadiri oleh mahasiswa dari Untidar, Universitas Muhammadiyah Malang, dan ISI Yogyakarta ini semakin semarak setelah narasumber kedua M.A. Utami Eko Putranti memberikan penjelasan pengajaran sastra yang menarik melalui penggunaan majas dengan metode unduh kata. Guru Bahasa Indonesia berprestasi asal Kabupaten Semarang tersebut menekankan bahwa melalui sastra seorang guru dapat mengajarkan toleransi kepada peseta didiknya.

Dengan Sastra, Kita Bangun Toleransi

Sejak acara dibuka oleh Prof. Dr. Sukarno, M.Si, Dekan FKIP, kemeriahan acara memang sudah sangat terasa. Apalagi, bengkel seni juga menampilkan teater yang sangat memukau ditambah puisi Makna Cinta yang dideklamasikan dengan penuh penghayatan oleh Sosiawan Leak. Sastrawan Bambang Eka dan Maria Utami juga turut membacakan puisi pada akhir acara tersebut.

Leak mengatakan toleransi perlu dibangun dengan fakta artistik dan imajinatif dalam suatu karya sastra agar menarik untuk dinikmati. Beliau juga menambahkan beberapa karya sastra sudah dibangun untuk mengajarkan toleransi, seperti novel Ayah karya Andrea Hirata, Gajah Mada: Madakaripura Hamukri Moksa karya Langit Kresnadi Hariadi, dan Puisi TIga Perempuan Membawa Tuhan karya Maman S. Mahayana.

Beberapa mahasiswa mengaku seminar tersebut sangat menyenangkan. “Saya mendapatkan banyak sekali informasi tentang manfaat belajar sastra sehingga makin tertarik untuk membaca karya sastra,” kata Widya Mega Anggara, Mahasiswa PBSI Semester 1. Koordinator PBSI, Rangga Asmara, M.Pd., berharap Himaprodi selalu konsisten untuk mengadakan acara yang bermanfaat menguatkan profil lulusan, seperti kajian satra semacam ini. WJ

[:en]

 Tuesday (12/9), a roar sounded from the Auditorium of Tidar University. That morning, the Indonesian Language and Literature Education Study Program (Himpro PBSI) held a Literary Seminar entitled “Building Tolerance Through Literary Teaching”. The event was attended by national writer, Sosiawan Leak and literary instructor, Maria Utami as keynote speakers.

Setyo Herbi, Chairman of the Committee, said the event was a routine agenda of Himpro PBSI. This seminar of literature has its theme since Indonesia is currently faced with the problem of tolerance, especially in the case of religion.

“With our compassionate shade of the rifle and kelewang, the quotation of Rendra’s poem represents a very high tolerance. Gentle attitude and affection is the main foundation of tolerance, “said Sosiawan Leak when opening the material. Furthermore, the writer from Solo explained that tolerance can be built with freedom of expression and not impose the will.

The event attended by students from Untidar, University of Muhammadiyah Malang, and ISI Yogyakarta was more vibrant after the second speaker, M.A. Utami Eko Putranti, provides an interesting explanation of the teaching of literature through the use of figure of speech by the method of downloading words. She said that through a teacher’s literature, the teacher can teach tolerance to the students.

WE BUILD TOLERANCE THROUGH LITERATURE

Since the event was opened by Prof. Dr. Sukarno, M.Si, Dean of FETT, the festivity of the event was already very felt. Moreover, the art workshop also features a stunning theater and the poetry of the Meaning of Love which was declared with full appreciation by Sosiawan Leak. Bambang Eka and Maria Utami also read poetry at the end of the event.

Leak says tolerance needs to be built with artistic and imaginative facts in a literary work to be interesting to enjoy. He also added that several literary works have been built to teach tolerance, such as the novel by Andrea Hirata, Gajah Mada: Madakaripura Hamukri Moksa by Langit Kresnadi Hariadi, and Tiga Perempuan Membawa Tuhan Poem by Maman S. Mahayana.

Some students admitted the seminar was very enjoyable. “I get a lot of information about the benefits of literary learning so that more interested to read literary works,” said Widya Mega Anggara, PBSI Students Semester 1. PBSI Coordinator, Rangga Asmara, M.Pd., hopes Himaprodi always consistent to hold a useful event to strengthen profile of graduates, such as this kind of literature study. (ER)

[:]