[:id]Retorika: Tak Sekadar Teori, Praktik Juga Penting[:en]Rethorics: It Isn’t Only the Theory, Practice Contributes More[:]
[:id]
Menuntut ilmu di perguruan tinggi tak hanya segi teori saja yang harus dikuasai, akan lebih baik jika dapat mempraktikkan teori yang sudah diterima dalam kehidupan sehari-hari. Itulah yang menarik dari setiap pembelajaran di kelas jika bisa secara langsung diaplikasikan. Termasuk pada salah satu mata kuliah yang ada di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Untidar yakni Retorika. Mata kuliah wajib ini dilalui mahasiswa pada setiap semester 3 yang diampu oleh Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Mata kuliah Retorika memang menarik, secara harafiah mata kuliah ini adalah sebuah seni dalam berbicara, maka yang dikembangkan ya kemampuan berbicara kita. Baik itu berbicara secara formal maupun nonformal. . Kalau sudah mencapai tataran yang lebih tinggi, seni berbicara itu bisa kita gunakan untuk mempersuasi orang lain,” ungkapnya.
Untuk mengevaluasi proses perkuliahan selama satu semester diadakanlah Ujian Akhir Semester (UAS). “UAS untuk mata kuliah Retorika ini saya bebaskan anak-anak untuk memilih sendiri mau praktik sebagai penyiar radio atau sebagai MC. Kedua hal ini sama-sama membutuhkan seni berbicara tingkat tinggi dan sama-sama harus bisa menarik bahkan mempengaruhi perhatian pendengarnya. Dari kedua pilihan ini yang paling populer diminati mahasiswa adalah praktik sebagai penyiar radio, mungkin karena tantangannya lebih banyak daripada menjadi MC,” jelas Pinaka. Dalam mempersiapkan UAS praktik menjadi seorang penyiar, selama setengah semester mahasiswa telah dibekali dengan berbagai teori seputar kepenyiaran, seperti karakteristik radio, teknik mixing, senam mulut, sampai cara penulisan naskah.
Salah satu mahasiswa PBSI, Putri Rinda Choerunissa mengungkapkan kegembiraannya menjalani mata kuliah Retorika. “Ini adalah salah satu mata kuliah favorit saya, karena saya suka ngomong jadi bisa lebih meng-eksplore diri sendiri, jadi tahu kemampuan kita seberapa. Saya memilih praktik siaran juga karena merasa lebih enjoy, bahasa siaran itu sama seperti saat berbicara menggunakan bahasa keseharian anak muda. Apalagi setelah berpraktik ini saya jadi lebih yakin untuk menerima tawaran menjadi penyiar radio. Saya rasa pengetahuan dan pengalaman dari mata kuliah ini cukup membantu.”
Pinaka berharap ujian praktik yang diadakan di akhir semester ini bisa membawa mahasiswa merasakan benar bahwa menjadi penyiar dan mc memerlukan latihan yang terus menerus bukan hanya bakat alami saja. “Semoga dari mata kuliah ini bisa menelurkan penyiar-penyiar FKIP berkompeten, mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dahulu untuk menyongsong magang kepenyiaran nantinya di semester 5. Terutama praktik ini terintegrasi pula dengan profil lulusan Prodi PBSI yang salah satunya membekali mahasiswa terampil menjadi penyiar atau dalam bidang jurnalistik,” ungkapnya mengakhiri.
[:en]
Studying at university isn’t only about mastering theoretical aspects; practising them in everyday life is agreed to be better for students. That’s why it’s always interesting if those from every classroom learning can be directly applied, one of which is a course in the Indonesian Language and Literature Study (PBSI) of FKIP Untidar namely Rhetorics. This compulsory subject is taken by students in every 3rd semester which is taught by Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Rhetorics is interesting, literally this course is an art in speaking, so that the skill developed is speaking ability, whether it is formal or informal speaking. When it reaches a higher level, this art of speaking can be used to persuade others,” she said.
To evaluate the lecturing process during one semester, the final term test (UAS) was held. “ for the final term test, I let students choose to practice as a radio broadcaster or as an MC themselves. Both of these require high level of the art of speaking and both should be able to attract and even affect the attention of listeners. Of these two, the most popular choice of students is the practice of radio broadcaster, perhaps it is because of the challenges are more than being an MC,” Pinaka explained. In preparing UAS for the practice of becoming a broadcaster, during the semester, students have been equipped with various theories about broadcasting, such as radio characteristics, mixing techniques, oral gymnastics, and scriptwriting.
One of the PBSI students, Putri Rinda Choerunissa expressed her delight in undergoing Rhetoric course. “This is one of my favorite subjects, because I like to talk so that I can explore myself more, making me know the level of my speaking ability. I chose the broadcasting practice also because it feels more enjoyable; broadcast language is the same with the speaking of youngster’s everyday life. Especially after this practice I became more confident to accept the offer to be a radio announcer. I think the knowledge and experience of this course is helpful.”
Pinaka hopes that the practice examination held by the end of this semester can bring the students to feel right that being a broadcaster and mc requires constant practice not just natural talent. “Hopefully this course can produce competent FKIP broadcasters, who have the advanced knowledge and experience before having the broadcasting apprenticeship later in semester 5. This practice is, especially, integrated to the profile of PBSI graduates, one of is equipping students to be competent broadcasters or employees in journalism,” she concluded.
[:]