[:id]Dosen PBSI Untidar Jadi Dewan Juri Festival dan Lomba Literasi SD[:en]Lecturers of PBSI Untidar become judges for literacy Festival and competition in elementary school[:]

[:id]

Setiap dosen memiliki kewajiban menyelesaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri atas Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Oleh karena itu, peran dosen di masyarakat menjadi sangat penting untuk mengaplikasikan keilmuan yang dimiliki. Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional Kabupaten Magelang Tahun 2018, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar berkesempatan menjadi Dewan Juri Festival dan Lomba Literasi Nasional SD Tahun 2018 Tingkat Kabupaten Magelang.

“Tahun ini, seperti tahun-tahun yang lalu, kami, Dosen-dosen PBSI FKIP Untidar dipercaya menjadi juri lomba-lomba bidang sastra di Kabupaten maupun kota Magelang. Tahun ini, kami berkesempatan menjadi Dewan Juri Festival dan Lomba Literasi SD Tingkat Kabupaten Magelang. Jenis lomba yang diselenggarakan terdiri atas lomba baca puisi, menulis cerpen, cipta pantun, cipta syair, dan mendongeng,” kata Rangga Asmara, M.Pd., Koordinator Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar.

Sebanyak sepuluh dosen terlibat sebagai dewan juri. Mereka adalah Drs. Budiono, M.Pd. dan Dzikrina Dian Cahyani, M.A. sebagai Juri Lomba Baca Puisi; Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., dan Drs. Fx. Samingin, M.Hum. sebagai Juri Lomba Menulis Cerpen; Asri Wijayanti, S.Pd., M.A. dan Dra. Mursia Ekawati, M.Hum. sebagai Juri Lomba Cipta Pantun; Imam Baihaqi, M.A. dam Irsyadi Shalima, M.A. sebagai Juri Lomba Cipta Syair; dan Rangga Asmara, M.Pd., serta Ayu Wulandari, M.Pd. sebagai Juri Lomba Mendongeng.

Pelaksaan lomba tahun ini sedikit berbeda dengan tahun kemarin. Tahun ini para siswa diminta untuk mengirimkan karya, mereka tidak tampil secara langsung. “Siswa mengumpulkan rekaman video saat dia mendongeng. Beberapa siswa bahkan tampil natural saat bercerita dengan berlatar kebun atau taman. Ada pula yang berlatar panggung dengan beberapa penonton. Beberapa siswa juga mengenakan busana dan membawa media yang mendukung cerita. Selain itu, para siswa peserta lomba mendongeng juga wajib melampirkan teks cerita yang didongengkan,” tutur Ayu Wulandari, M.Pd. yang menjadi juri lomba mendongeng. Beliau juga menambahkan kriteria penilaian lomba mendonge terdiri atas intonasi, properti, dan orisinalitas cerita.

Peran dosen sebagai juri lomba merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat. Selain menilai, dosen diharapkan memberi masukan terhadap karya siswa yang menjadi juara pertama dan akan dipilih untuk mewakili tingkat Jawa Tengah.(WJ)

[:en]

It is a must for all lecturers to do tri dharma Perguruan tinggi (three pillars of higher education) which is consisted of education, research, and community service. Therefore, lecturers play important role in society to apply their knowledge. In the celebration of 2018 national education day in the Magelang regency, some lecturers of Indonesian Language and Literature study program (PBSI) of FETT Tidar University got opportunity to be judges for National Literacy Festive and Competition for elementary school.

“As usual, the lecturer of PBSI became judges for literature area for around Magelang. This year, we became judges for National Literacy Festive and Competition for elementary school.  The competitions such as poetry reading, short story writing, writing Malayan Poetry, writing story with verse form, and retelling story,” said Rangga Asmara, M.Pd., the coordinator of PBSI FKIP Untidar.

There were ten lecturers who became judges. They are Drs. Budiono, M.Pd. and Dzikrina Dian Cahyani, M.A. as judges for poetry reading competition; Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., and Drs. Fx. Samingin, M.Hum. as judges for short story writing competition; Asri Wijayanti, S.Pd., M.A. and Dra. Mursia Ekawati, M.Hum. as judges for writing Malayan poetry competition; Imam Baihaqi, M.A. and Irsyadi Shalima, M.A. as judges for writing story with verse form; and Ayu Wulandari, M.Pd. as judges for retelling story competition.

The competition which is held in this year was little bit different with previous year. This year, students must submit their works first. “Students submit their performance in retelling story in recording version. Some students can perform naturally while retelling story. They used some background, such as park, backyard, and stage with audiences. They also used preparing costume and media to support their story. The students must attach the text of their story,” said Ayu Wulandari, M.Pd, judges of retelling story. She also added the criteria of this competition, such as intonation, property, and originality of the story.

The role of the lecturer as a judge is one of the community services. Besides assessing, the lecturer is expected to give suggestion to students’ work which became winner and to be chosen as the participant in the Central Java. (GF)

[:]

[:id]Dosen PBSI Terbitkan Puisi di Magelang Ekpres[:en]FETT Untidar: The Lecturer of PBSI Publish his Poem in Magelang Ekspress[:]

[:id]

Kabar gembira datang dari salah satu Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tidar, Imam Baihaqi, S.Pd., M.A. Salah satu karya dosen yang memiliki keahlian di bidang sastra ini dimuat di surat kabar harian Magelang Ekspress edisi Sabtu, 30 Juni 2018.

“Sebetulnya ini sudah ketiga kalinya puisi saya dimuat di Magelang Ekspress. Selain itu, salah satu puisi saya juga menjadi Finalis Lomba Seni dan Sastra UGM tahun 2014 dan diterbitkan pada buku kumpulan puisi berjudul Distopia: Antologi Puisi oleh penerbit UGM Press. Beberapa puisi lainnya juga telah dimuat di surat kabar harian Tribun Jogja beberapa waktu yang lalu,” tutur Imam Baihaqi, S.Pd., M.A. di sela-sela kesibukannya sebagai dosen.

Karya terbaru yang dimuat di Magelang Ekspress ini merupakan tiga puisi berjudul Antara Ayodya dan Kiskenda; Kisah Seekor Tikus; dan Etika: untuk Seseorang yang Mengatasnamakannya. Ketiga puisi tersebut dikirimkan ke redaksi Magelang Ekspress melalui surat elektronik redaksimenoreh@gmail.com dan jsuroso@gmail.com. Tidak hanya untuk dosen, Magelang Ekspres juga menerima karya dari mahasiswa, baik berupa puisi, cerpen, esai, catatan budaya, dan resensi. Kolom Menoreh yang memuat karya-karya tersebut merupakan bagian yang disediakan untuk umum sehingga semua orang diperkenankan untuk mengirimkan karya.

“Saya berharap mahasiswa dan dosen-dosen lain dapat mencoba untuk mengirimkan karya di sana sebagai bentuk eksistensi diri. Bagi mahasiswa, khususnya PBSI, sebaiknya mencoba menulis dan mengirimkannya sebagai bukti terlibat langsung di dunia kepenulisan, tidak hanya belajar teori semata,” tambah Imam Baihaqi, S.Pd., M.A.

Ayo, warga FKIP dan fakultas lain di Untidar, semangat menulis. Salam sastra, salam budaya.(WJ)

[:en]

The good news came from one of the lecturers of Indonesian Language and Literature Department (PBSI), Universitas Tidar, Imam Baihaqi, S.Pd., M.A.  The lecturer who is expert in literature published one of his works in Magelang Ekspress on Saturday, 30th June 2018.

 “Actually, this is the third; my poem is published in Magelang Ekspress. In addition, one of my poems is also the finalist of UGM’s Art and Literature Competition in 2014 and it is published in poetry book entitled Distopia: Antologi Puisi. It is published by UGM Press. Other poems had been published in Tribun Jogja some time ago,” said Imam Baihaqi, S.Pd., M.A. during his break time as a lecturer.

The latest works published in Magelang Ekspress is three poems entitled Antara Ayodya dan Kiskenda; Kisah Seekor Tikus; dan Etika: untuk Seseorang yang Mengatasnamakannya. Those three poems were sent to Magelang Ekspress editor through email redaksimenoreh@gmail.com and jsuroso@gmail.com. Not only lecturers’ work, Magelang Ekspress also received the students’ works such as poem, short story, essay, cultural note, and reviews. The Menoreh column containing that works is provided for public so that everyone is allowed to submit the work.

 “I hope the students and other lecturers can try to submit their works as a form of self-existence. It is better for students, especially PBSI, try to write and send it as the prove in authorship world, so they not just leaning the theory,” addedd Imam Baihaqi, S.Pd., M.A.

Come on, the academic community of FETT and other faculties, write! (WJ/AW)

[:]

[:id]Tampung Aspirasi Mahasiswa, Himpro di FKIP Selenggarakan 2 Jam Bersama Prodi[:]

[:id]

Jumat (25/5), himpunan mahasiswa program studi (Himpro) di lingkungan FKIP serentak mengadakan kegiatan rutin setiap akhir semester yang bertajuk “Dua Jam Bersama Prodi”. Acara tersebut menjadi salah satu sarana komunikasi antara dosen dan mahasiswa. Pada acara tersebut, mahasiswa setiap program studi berdiskusi langsung dengan dosen yang mengajar pada prodi tersebut. Tujuan kegiatan ini adalah saling berbagi pikiran, pengalaman, dan masukan bagi FKIP agar menjadi lebih baik. Dalam forum tersebut, mahasiswa dapat menyampaikan kritik, saran, uneg-uneg, atau keluhannya baik tentang pelaksanaan perkuliahan maupun sarana dan prasarana yang ada di lingkungan FKIP. FKIP secara transparan dan bebas memberi ruang bagi mahasiswa untuk tidak perlu takut dalam menyempaikan keluh kesahnya.

FKIP yang memiliki tiga prodi secara bergantian melaksanakan sesi acara dua jam bersama prodi. Sesi pertama adalah dua jam bersama Prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang dimulai pukul 07.30 WIB di auditorium Universitas Tidar. Sesi kedua dimulai pukul 10.30 WIB digunakan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sesi terakhir ditutup dengan dua jam bersama Prodi Pendidikan IPA. Acara diikuti oleh seluruh angkatan dari masing-masing prodi. Setiap sesi acara dibuka langsung oleh Dekan FKIP, Prof. Dr. Sukarno, M. Si., dengan bersyukur atas partisipasi pejabat struktural, dosen, dan mahasiswa.

Acara utama dari masing-masing prodi yakni kesempatan yang diberikan pada mahasiswa untuk menyampaikan keluh kesah dan kesan-kesannya selama satu semester. Persoalan yang mereka kemukakan sangat bervariasi, mulai dari persoalan tugas-tugas yang diberikan dosen, hingga sarana dan prasarana ruang perkuliahan. Di antara persoalan yang dirasa penting untuk mendapat tanggapan atau penjelasan, saat itu juga mendapat klarifikasi dari Prof. Dr. Sukarno, M. Si., diantaranya mengenai pengajuan laboratorium untuk mahasiswa Prodi Pendidikan IPA yang sudah diajukan dan masih menunggu proses persetujuan.

Acara ini mendapat tanggapan sangat positif, khususnya oleh mahasiswa. Mahasiswa sangat berterimakasih pada fakultas yang telah mengadakan program ini. Acara yang memberi ruang untuk menyampaikan keluh kesahnya demi perbaikan perkuliahan dan sistem perkuliahan. Menutup acara dua jam bersama prodi, Prof. Dr. Sukarno, M. Si. menyampaikan bahwa semua masukan akan ditindaklanjuti dengan serius dan secepatnya. ET

[:]

[:id]Atif Sholehuddin, Mahasiswa PBSI Juarai Lomba Esai Nasional[:]

[:id]

Kabar gembira datang dari salah satu mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar, Atif Sholehuddin. Mahasiswa semester VI ini dinobatkan menjadi Juara I Lomba Esai yang diadakan PCINU (Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Sudan dalam rangka Hari Lahir NU ke-92.

Melalui esai berjudul Pengukuhan Sinergi Lingkungan Pesantren dan Nilai-nilai Kebangsaan sebagai Tonggak Penanaman Sikap Toleransi Generasi Muda di Indonesia, Atif berhasil menjadi juara pertama dengan hadiah sertifikat dan uang pembinaan senilai satu juta rupiah.

“Lomba ini diselenggarkaan secara online, naskah dikirimkan melalui email. Pengumuman lomba juga disebarkan melalui media sosial. Saya mendapatkan informasi lomba ini dari akun instagram @nu_online yang saya ikuti. Kemudian, saya mencari ketentuan lombanya. Ternyata, lomba tersebut untuk pelajar atau mahasiswa. Tema yang diberikan adalah Aspirasi Pilar Persatuan Umat,” tutur Atif menceritakan prosesnya mengikuti lomba esai dengan penuh semangat.

Atif juga menambahkan dirinya memang suka menulis. “Karya ini sebetulnya sudah saya tulis sekitar setahun lalu. Akan tetapi, belum pernah saya publikasikan. Kebetulan lomba ini pas dengan karya tersebut. Setelah direvisi dengan beberapa penyesuaian agar tidak jauh dari tema, saya kirimkan esai ini,” kata Atif.

Esai tersebut berisi tentang penguatan kembali peran pesantren sebagai pencetak generasi muda yang tidak hanya menguasai ilmu keagamaan, namun juga menanamkan jiwa nasionalisme. Lomba ini dinilai oleh juri-juri dari tokoh NU yang cukup mumpuni. Mereka adalah K.H. Muhmammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D (ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat), Dr. (HC). Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini (Sekretaris Jenderal PBNU), dan Dr. H. Muhammad Afifullah Rifa’i, M.A. (Mustasyar PCINU Sudan). Selain mendapatkan sertifikat dan uang pembinaan, esai tersebut juga akan dimuat dalam e-book Lomba Tulis Essay PCINU Sudan.

Selamat Atif, semoga makin berprestasi. Kemenangan ini diharapkan dapat menginspirasi mahasiswa FKIP lainnya untuk aktif mengikuti lomba-lomba lainnya. Selain untuk menambah prestasi, lomba-lomba tersebut juga dapat meningkatkan aktualisasi diri mahasiswa di forum ilmiah, khususnya di luar kampus. FKIP is the best! (WJ)

[:]

[:id]HIMAPRODI PBSI FKIP Mempersembahkan Gelar Sastra Bertajuk “Lini Masa Sastra”[:en]FETT: The Student Association of PBSI Presents Literary Performance entitled “Literature Timeline”[:]

[:id]

FKIP-UNTIDAR (26/4). Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untidar mengadakan gelar sastra bertajuk “Lini Masa Sastra” Senin, 23 April 2018. Gelar sastra ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan setiap tahun sekali. Acara yang dilaksanakan pada pukul 19.00 WIB di Gedung Auditorium Untidar ini dibuka oleh Rangga Asmara, M.Pd. selaku Koordinator Prodi PBSI.

Gelar sastra ini menampilkan berbagai penampilan dari pembacaan puisi tunggal, puisi berantai, musikalisasi puisi, monolog, akustik, dan stand up comedy. Mahasiswa baik dari prodi PBSI maupun dari prodi lainnya turut memeriahkan acara ini, di antaranya, Nia Desnata Hati, Kristia, dan Frida mahasiswa PBSI Semester 2 yang menampilkan puisi bearntai. Musikalisasi puisi yang ditampilkan oleh Raffi dan Veren dari FISIP Untidar juga Jauhar dari Prodi Teknik Elektro yang membawakan stand up comedy.

Selain mahasiswa, dosen Prodi PBSI pun turut hadir dan memeriahkan gelar sastra tahun ini, yakni Imam Baihaqi, M.A. dan Dzikrina Dian Cahyani, M.A. yang membacakan puisi. Menurut salah satu mahasiswa Prodi PBSI Semester 6 M. Yaskur menuturkan bahwa “Gelar sastra tahun ini antusias dari penonton lebih besar dari gelar sastra tahun lalu. Dari segi penampilan, lebih bagus dan meriah.” Setyo Herbi Bawono mahasiswa PBSI Semester 6 juga menuturkan “Gelar sastra tahun ini lebih ramai, kemudian dihadiri oleh Kelompok Sastra Temanggung dan Sastrawan Magelamg Mas Gepeng dan PS Wibowo.” Dia juga menyampaikan harapannya “ Semoga mahasiswa PBSI lebih antusias untuk memeriahkan gelar sastra tahun-tahun berikutnya dan mereka bisa tampil di panggung gelar sastra yang diadakan oleh Himaprodi PBSI.” (WL)

[:en]

FETT-UNTIDAR (26/4). The Student Association of Indonesian Language and Literature Education department (PBSI) held literary performance entitled “Literature Timeline” on Monday, April 23, 2018. This literary is the annual event. This event was officially opened by Rangga Asmara, M.Pd. as the coordinator of PBSI department.

This performance showed the various performances such as reciting a poem, reciting a chain poem, poetry musicalization, monolog, accoustics, and stand up comedy. The students from PBSI and also form another departments enlivened this events, for instance, Nia Desnata Hati, Kristia, and Frida the freshmen of PBSI who recited a chain poem. Beside that, Raffi and Veren from Faculty of Social and Political Science (FISIP) performed poetry musicalization. Then, Jauhar from electrical enginiring department performed stand up comedy.

In addition, the lecturers of PBSI, Imam Baihaqi, M.A. and Dzikrina Dian Cahyani, M.A. also attended this event. Both of them recited the poem to cheer thie event. Yaskur, the junior year of student said that “the audiences’ enthusiastic of this literary performance is greater. The performance is also good and rousing.” Setyo Herbi Bawono stated that “This literary performance is more bustling. This event was also attended by Mas Gepeng and PS wibowo from Temanggung and Magelang literary group.” Then, He expected that PBSI students will be more enthusiasts to enliven the next literary performance and they are able to perform well in literary performance held by students association. (WL/AW)

[:]

[:id]Seminar Nasional Himaprodi PBSI dalam Rangkaian Peringatan Hari Sastra 2018[:en]Himaprodi PBSI held a national seminar to comemorate FETT Literary Day 2018[:]

[:id]

Senin (23/4), Himaprodi PBSI mengadakan seminar nasional bagi mahasiswa. Seminar yang merupakan rangkaian kegiatan untuk memperingati hari sastra 2018 ini mendahului kegiatan gelar sastra dan lomba baca sajak. Seminar yang mengusung tema esensi kebudayaan dalam sastra sebagai penguat moral bangsa ini menghadirkan dua pembicara yaitu Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. Dan Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Kedua pembicara tersebut mengkaji sastra dalam kontribusinya pada penguatan moral bangsa.

Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. membeberkan sulitnya membedakan antara berita hoax atau tidak pada era post truth saat ini. Terlebih lagi adanya keinginan manusia untuk hidup serba instan akan sangat berhubungan dengan moral. Sastra sebagai rumah budaya selalu menanamkan nilai-nilai moral yang dapat memberikan pembelajaran moral. Dalam kesempatan tersebut, guru besar Universitas Negeri Surabaya ini membahas beberapa karya sastra, diantaranya puisi berjudul “Malu Aku jadi Orang Indonesia” karya Taufik Ismail. Puisi tersebut menggambarkan mental orang Indonesia saat ini. Puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron yang menggambarkan anak bangsa yang tetap mencintai tanah air dan mempunyai jiwa nasionalisme. Puisi terakhir yang dibahas dalam seminar tersebut berjudul “Ketika Agama Kehilangan Tuhan” karya KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Puisi yang menggambarkan nilai moral bangsa Indonesia yang sudah memperjualbelikan agama.

Pembicara kedua yaitu Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Mengkaji sebuah cerpen yang berjudul ”Tidurlah, Nalea, Esok Kita Abadi” karya Sungging Raga. Puisi yang sarat dengan nilai-nilai moral tersebut dikupas tuntas oleh guru besar FKIP Universitas Tidar tersebut. Kedua pembicara mengakhiri seminar dengan berpesan untuk selalu mengupayakan meningkatkan minat baca sastra baik untuk diri sendiri maupun orang di sekitar sehingga dapat memperkuat moral orang Indonesia. (ET)

[:en]

Monday (23/4), Himaprodi PBSI held a national seminar for students. The seminar, part of a series of activities to commemorate the literary day 2018 precedes the activities of gelar sastra ( literary performance) and poetry reading contest. The seminar carrying the theme of cultural essence in literature as the moral of the nation presents two speakers, namely Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. And Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. Both speakers reviewed literature in its contribution to the moral strengthening of the nation.

Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. disclosed the difficulty of distinguishing between hoax news or not in this post truth era nowadays. Moreover, the human desire to live instantaneously will be closely related to the discussion of moral. Literature as the home for culture implies moral values ​​which provide moral learning. On the occasion, the professor of the State University of Surabaya discussed several works of literature, including the poetry entitled “Malu Aku jadi Orang Indonesia” (Ashamed of Being Indonesian) by Taufik Ismail. The poetry describes the mentality of Indonesians today. Poetry “Indonesia Tanah Sajadah” by D. Zawawi Imron describes the nation’s children who love the homeland and embrace the spirit of nationalism. The last poetry discussed in the seminar was entitled “When Religion of Lost Its God” by KH A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Poetry depicting the moral values ​​of the Indonesian nation that has traded religion.

The second speaker, Prof. Dr. Cahyo Yusuf, M. Pd. assessed a short story entitled “Tidur, Nalea, Esok Kita Abadi” (Sleep, Nalea, Tomorrow We’re Eternal)  by Sungging Raga. The short story loaded with moral values ​​is discussed thoroughly by the professor of FKIP Universitas Tidar. Both speakers ended the seminar with a message to all of the audiences to always seek to increase the literacy and gain more interest in literature both for themselves and those around so as to strengthen the morale of Indonesian people. (WD)

[:]

[:id]Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Selenggarakan Seminar Nasional dan Rakorda I Jateng IMABSII Jawa-Madura[:en]HIMPRODI PBSI Holds Nasional Seminar and Rakorda I Central Java of IMABSII Java-Madura[:]

[:id]

Sabtu (10/3) Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Himaprodi PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas menyelenggarakan seminar nasional berjudul Representasi Kepekaan Sosial melalui Bahasa dan Sastra Indonesia. Acara tersebut dihadiri oleh Triman Laksana (Sastrawan Nasional) dan Setia Naka Andrian (Dosen Sastra Universitas PGRI Semarang) sebagai pembicara. Semnas ini menjadi pembuka Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) I Jawa Tengah Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia se-Indonesia (IMABSII) Jawa-Madura.

“Seminar Nasional ini merupakan salah satu agenda Himaprodi PBSI tahun 2018 ini. Tahun ini juga bertepatan dengan Rakorda 1 Jateng IMABSII Jawa-Madura. Kebetulan kami juga sebagai tuan rumah rakorda tersebut,” tutur Leanita Fitri Agustin, Ketua Himaprodi PBSI di sela-sela acara.

Acara yang diadadakan di Auditorium Untidar ini makin semarak karena dihadiri oleh 353 peserta. Peserta tersebut terdiri atas Mahasiswa Untidar dan mahasiswa kampus lainnya yang mengikuti rakorda.

Pada kesempatan tersebut Setia Naka Adrian memaparkan kearifan lokal pada sastra Indonesia yang diwujudkan dalam bahasa. “Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus-kampus dapat dijadikan komunitas sastra. Satra dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan kepekaan sosial,” tambah dosen sekaligus sastrawan dari Semarang ini.

Triman Laksana juga memaparkan perodisasi sastra di Indonesia dengan detail. Pada akhirnya, dengan bahasa dan sastra nilai-nilai sosial dapat ditawarkan. “Posisi yang diambil oleh sastrawan berperan penting terhadap keberadaan karya sastra dan kata-kata sakti yang ditawarkan ke arena sosial. Sastra tidak hanya persoalan nilai bahasa semata, tetapi juga nilai sosial,” kata Trima Laksana sebagai penutup paparannya.

Rakorda Jateng Pertama

Setelah semnas selesai, acara dilanjutkan dengan Rakorda Jateng pertama IMABSII Jawa-Madura. Himaprodi PBSI menjadi tuan rumah rakorda yang dihadiri 63 mahasiswa sebagai perwakilan dari anggota IMABSII Jawa Tengah ini.

“Rakorda tersebut membahas kontribusi himpunan terhadap kinerja IMABSII dan manfaat IMABSII terhadap himpunan,” kata Leanita sebelum rakorda dimulai. Rapat tersebut dipimpin oleh Koordinator Daerah (Korda) Jateng M. Hamid, Mahasiswa Universitas PGRI Semarang.

Semnas ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang sastra. Di sisi yang lain, dengan adanya rakorda, Himaprodi PBSI makin menunjukkan eksistensi dan kebermanafaataannya untuk semua kalangan, termasuk untuk mahasiswa dan almamater. WJ

[:en]

Himprodi PBSI (Students’ Association of  Indonesian Language and Literature Study Program) FETT tidar University, held Nasional Seminar with the topic Representasi Kepekaan Sosial melalui Bahasa dan Sastra Indonesia. The seminar was attended by Triman Laksana (Nasional Writer) and Setia Naka Andrian (Lecturer of Literature at  University PGRI Semarang.   ) as the speakers. This event became the opening of Regional Coordination Meeting (Rakorda) I Central Java of  Indonesian Language and Literature Student Association (IMABSII) Java-Madura.

“This National Seminar is one of the agenda of PBSI in 2018. This year also coincides with Rakorda I Central Java of IMABSII Java-Madura. Incidentally, we also become the host of Rakorda i Central Java,” said Leanita Fitri Agustin as the chief of Himprodi PBSI.

The event, which was held in Auditorium of Tidar University, was attended by 353 participants. The participants were not only from Tidar University, but also from other Universities who joined Rakorda I Central Java.

On that special occasion, Setia Naka Adrian explained about local wisdom on Indonesian literature embodied in the language. “Student Activity Unit (UKM) on campus can be used as a literary community. Literature can be used as a means to emerge social sensitivity, ” he added. In the other hand, Triman Laksana explained the literary periods in Indonesia in detail. In the end, social values ​​can be offered trough language and literature.
“The position taken by the literary plays an important role on the existence of literary works and magic words offered to the social arena. Literature is not only a matter of language values, but also of social values, added Trima Laksana as the closing.

The First Rakorda I of Central Java

After the seminar finished, the event was continued with the first Rakorda I Central Java of IMABSII Java-Madura. Himpro PBSI became the host of Rakorda I Central Java which was attended by 63 students as the representatives of IMABSII for Central Java. “The meeting discusses about the contribution of the performance of IMABSII and the benefits of IMABSII to the association, “ said Leanita Fitri Agustin. The meeting was led by Regional Coordinator if Central Java, M. Hamid, the student of University PGRI Semarang.
This seminar is expected to improve students’ understanding of literature. On the other hand, with the rakorda, Himaprodi PBSI increasingly shows its existence and its manifestation for all circles, including for students and alma mater. (WJ – NA)

[:]

[:id]Bernyanyi Lagu Nusantara untuk Buktikan Kekerabatan Bahasa[:en]Singing Folk Song to Prove the Language Family[:]

[:id]

Pagi itu (Jumat, 19/1) Auditorium Universitas Tidar ramai oleh mahasiswa yang berpenampilan dengan busana bercorak nusantara. Mereka adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar. Semua mahasiswa tampak mengenakan kain seragam yang dikreasikan menyerupai pakaian adat di Indonesia.

Rupanya, mereka semua akan tampil menyanyikan lagu daerah dalam acara “Lantunan Nada Nusantara”. Acara tersebut merupakan pagelaran untuk menutup Ujian Akhir Semester (UAS) Gasal 2017/2018. Pagelaran tersebut juga bagian dari UAS matakuliah Ilmu Perbandingan Bahasa Nusantara (IPBN).

“Kami harap, seluruh mahasiswa bersuka cita pada hari ini karena UAS telah selesai. Sebelumnya, para mahasiswa telah menyelesaikan makalah perbandingan bahasa dengan sumber data lirik lagu nusantara dan kosakata dasar Swadesh. Hari ini, mereka akan menyanyikan lagu tersebut,” kata Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., dosen matakuliah IPBN, saat membuka acara.

“Acara ini diikuti oleh 116 mahasiswa yang mayoritas semester 5 PBSI Untidar yang terbagi atas 3 kelas. Kami menyiapkan dua lagu setiap kelas dan dua lagu untuk dinyanyikan bersama satu angkatan,” kata Arief Setiawan, ketua panitia.

Acara tersebut dibuka oleh 3 pembawa acara yang mewakili tiap-tiap kelas. Selanjutnya, seluruh mahasiswa peserta matakuliah IPBN menyanyikan lagu Mudiak Arau dari Sumatera Barat. Berikutnya, mahasiswa kelas B menyanyikan lagu Mana Lolo Banda dari Nusa Tenggara Timur dan Huhate dari Maluku. Mereka tampak mengenakan kain slempang untuk menambah kesan budaya nusantara.

Selanjutnya, kelas A menyanyikan lagu Bungong Jeumpa dari Aceh dan Manuk Dadali dari Sunda. Lagu Bungong Jeumpa makin menarik dengan persembahan Tari Saman yang disajikan seluruh mahasiswa kelas A sambil bernyanyi. Kelas ketiga menyanyikan lagu Si Patokaan dari Sulawesi Utara dan Rambadia dari Sumatera Utara. Persembahan tersebut makin menarik dengan seragam kain jarit bermotif batik yang dikenakan mahasiswa kelas A.

“Kami mempersiapkan acara ini selama kurang lebih 2 bulan. Akan tetapi, sebulan terakhir kami mempersiapkan lebih intensif, mulai dari penyelarasan lagu, kostum, dan koreografi,” kata Ainun Dyan Desiana, koordinator Kelas A.

Acara ditutup dengan menyanyi bersama-sama lagu Maumere dari NTT. Tidak hanya mahasiswa, bahkan seluruh dosen PBSI yang hadir dan penonton ikut menyanyi dan menari bersama. Lagu-lagu tersebut digunakan untuk membuktikan kekerabatan bahasa nusantara seperti tujuan matakuliah IPBN. Dari situ, para mahasiswa juga akan lebih mengenal budaya nusantara melalui bahasa yang digunakan. (WJ)

[:en]

Friday (19/1), Aula of Universitas Tidar was full of students who wears archipelago patterned fashion. They were the students of Indonesian language and literature education (PBSI) of the faculty of education and teachers training Universitas Tidar All students wore the uniform that is created like Indonesian custom.

They will perform and sing the folk song in the event entitled “Lantunan Nada Nusantara” (The tone of Archipelago) on that day. This event was the performance to close the final test of odd semester in academic year 2017/2018. The performance was also the part of the final test of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject (IPBN).

“We do hope all students are rejoicing today since the final exam has finished. Prior to this, the students have finished their paper with the theme of language comparison by using folk song lyric and the basic vocabulary of Swadesh. Today, they will sing the song.” Dr. Yulia Esti Katrini, M.S., the lecture of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject, delivered her opening speech.

“This event was followed by 116 students of the fifth semester which is divided into 3 classess. We prepare two songs each classess and two songs that we sing together.” Arif Setiawan, the chief of committee explained.

This event was opened by 3 master of ceremonies from each classess. The, all students who joined Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject sang Mudiak Arau from West Sumatra. After that, the students of class B sang Mana Lolo Banda from East Nusa Tenggara and Huhate from Molucass. They appeared to wear a sling to add the culture of the archipelago ambiance.

Next, the students of class A sang Bungong Jeumpa from Aceh and Manuk Dadali from West Java. Bungong Jeumpa was more interesting since the students performed Saman dance while they were singing. On the other hand, the tird class sang Si Patokaan from North Sulawesi and Rambadia from North Sumatra. Those performance was more remarkable since the students wore scarf with batik motif.

“We prepare this event for two months. However, the last month we are preparing more intensively, starting from the alignment of songs, costumes, and choreography,” explained Ainun Dyan Desiana, the coordinator of class A.

This event was closed by Maumere from East Nusa Tenggara which is sang together. Not only students but also all PBSI lecturers who come tp this event sang and dance together. The songs in this performance was used to prove the family of Nusantara Language as it the purpose of Comparative Studies of ​Nusantara Language Subject. The students will more familiar with Nusantara cultures through language. (WJ/AW)

[:]

[:id]Mahasiswa PBSI Luncurkan Buku “Kreasi Senin Pagi”[:]

[:id]

Setelah berhasil menerbitkan kumpulan buku drama berjudul Bahan Ajar Drama Goresan Tinta Bocah Sastra, kini Imam Baihaqi, M.A.  bersama kawan-kawan mahasiswa semeter III akatan taun 2017 mampu melahirkan kembali buku kumpulan drama berjudul “Kreasi Senin Pagi”. Setelah melalui proses yang cukup lama akhirnya buku kumpulan drama tersebut diluncurkan pada hari Selasa tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.00 WIB di FKIP Untidar. Meskipun di tengah-tengah suasana UAS, tetapi hampir seluruh pengarang yaitu mahasiswa semester III B tetap bersemangat menyaksikan acara tersebut.

Imam Baihaqi selaku dosen pengampu mata kuliah drama menyampaikan bahwa buku tersebut merupakan sebuah produk hasil pembelajaran makul teori drama. Genre sastra drama memang berbeda dengan genre sastra lainnya. Drama membutuhkan keterampilan dalam pementasan juga penguasaan naskahnya. Dalam proses penggarapan buku kumpulan naskah drama kali ini dilakukan dengan lebih matang dari sebelumnya. Sehingga meskipun mengusung tema yang hampir sama dengan yang sebelumnya, tapi dari sisi cerita hal-hal yang diangkat lebih serius.

Pada kesempatan wawancara beberapa mahasiswa menyampaikan kesan dan pesan terhadap buku tersebut dengan penuh semangat. Mereka menyambut gembira atas keberhasilannya membuat buku kumpulan drama untuk pertama kalinya.

“Kesan saya dengan adanya pembuatan buku kumpulan naskah drama ini pastinya sangat senang sekaligus bangga karena pada akhirnya kita mahasiswa mempunyai buku yang didalamnya ada hasil karya kita sendiri dan bukunya ber-ISBN pula. Itu adalah kebanggaan tersendiri karna tidak semua mahasiswa berkesempatan seperti kita. Selain itu terbitnya buku ini juga menggugah semanggat untuk lebih banyak dan lebih produktif berkarya agar terbit buku buku lain. Pesannya semoga tidak hanya berhenti di sini. Semogga masih bisa lebih menghasilkan buku lain yang pastinya lebih berkualitas entah di bidang sastra bahasa ataupun bidang lain. Semoga ini bisa menjadi bekal kita untuk lebih berprestasi lagi. Terimakasih Pak Imam..”kata ketua kelas, Nuryanto dengan penuh semangat.

“Mata kuliah Teori Drama memang terbaik, bisa memberi output sebuah karya sastra yang benar-benar bisa dinikmati khalayak karna diabadikan dalam bentuk buku. Pastinya, saya merasa hagiaan yang tak terhingga karna tertera sebagai penulis di buku ber-ISBN. Sungguh bangga tak terkira. Semoga buku ini bisa bermanfaat dan menginspirasi pembaca agar bisa terus berkarya. Semoga generasi sastra ke depannya bisa lebih kreatif dan inovatif dalam menuangkan idenya,” Kata Rizqi Mutiara Ningrum yang akrab disapa Kikik.

“Bukunya bagus, mampu menginspirasi mahasiswa untuk terus berkarya dan melestarikan sastra.  Naskah-naskah yang dimuat di dalam buku tersebut menarik  dan sangat membantu dalam pembelajaran sastra. Semoga untuk kedepannya bisa membuat naskah-naskah yang lebih baik dan lebih kreatif. Jangan berhenti berkarya untuk melestarikan sastra,” kata Dwi Astuti penuh percaya diri.

[:]

[:id]Retorika: Tak Sekadar Teori, Praktik Juga Penting[:en]Rethorics: It Isn’t Only the Theory, Practice Contributes More[:]

[:id]

Menuntut ilmu di perguruan tinggi tak hanya segi teori saja yang harus dikuasai, akan lebih baik jika dapat mempraktikkan teori yang sudah diterima dalam kehidupan sehari-hari. Itulah yang menarik dari setiap pembelajaran di kelas jika bisa secara langsung diaplikasikan. Termasuk pada salah satu mata kuliah yang ada di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP Untidar yakni Retorika. Mata kuliah wajib ini dilalui mahasiswa pada setiap semester 3 yang diampu oleh Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Mata kuliah Retorika memang menarik, secara harafiah mata kuliah ini adalah sebuah seni dalam berbicara, maka yang dikembangkan ya kemampuan berbicara kita. Baik itu berbicara secara formal maupun nonformal. . Kalau sudah mencapai tataran yang lebih tinggi, seni berbicara itu bisa kita gunakan untuk mempersuasi orang lain,” ungkapnya.

Untuk mengevaluasi proses perkuliahan selama satu semester diadakanlah Ujian Akhir Semester (UAS). “UAS untuk mata kuliah Retorika ini saya bebaskan anak-anak untuk memilih sendiri mau praktik sebagai penyiar radio atau sebagai MC. Kedua hal ini sama-sama membutuhkan seni berbicara tingkat tinggi dan sama-sama harus bisa menarik bahkan mempengaruhi perhatian pendengarnya. Dari kedua pilihan ini yang paling populer diminati mahasiswa adalah praktik sebagai penyiar radio, mungkin karena tantangannya lebih banyak daripada menjadi MC,” jelas Pinaka. Dalam mempersiapkan UAS praktik menjadi seorang penyiar, selama setengah semester mahasiswa telah dibekali dengan berbagai teori seputar kepenyiaran, seperti karakteristik radio, teknik mixing, senam mulut, sampai cara penulisan naskah.

Salah satu mahasiswa PBSI, Putri Rinda Choerunissa mengungkapkan kegembiraannya menjalani mata kuliah Retorika. “Ini adalah salah satu mata kuliah favorit saya, karena saya suka ngomong jadi bisa lebih meng-eksplore diri sendiri, jadi tahu kemampuan kita seberapa. Saya memilih praktik siaran juga karena merasa lebih enjoy, bahasa siaran itu sama seperti saat berbicara menggunakan bahasa keseharian anak muda. Apalagi setelah berpraktik ini saya jadi lebih yakin untuk menerima tawaran menjadi penyiar radio. Saya rasa pengetahuan dan pengalaman dari mata kuliah ini cukup membantu.”

Pinaka berharap ujian praktik yang diadakan di akhir semester ini bisa membawa mahasiswa merasakan benar bahwa menjadi penyiar dan mc memerlukan latihan yang terus menerus bukan hanya bakat alami saja. “Semoga dari mata kuliah ini bisa menelurkan penyiar-penyiar FKIP berkompeten, mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dahulu untuk menyongsong magang kepenyiaran nantinya di semester 5. Terutama praktik ini terintegrasi pula dengan profil lulusan Prodi PBSI yang salah satunya membekali mahasiswa terampil menjadi penyiar atau dalam bidang jurnalistik,” ungkapnya mengakhiri.

[:en]

Studying at university isn’t only about mastering theoretical aspects; practising them in everyday life is agreed to be better for students. That’s why it’s always interesting if those from every classroom learning can be directly applied, one of which is a course in the Indonesian Language and Literature Study (PBSI) of FKIP Untidar namely Rhetorics. This compulsory subject is taken by students in every 3rd semester which is taught by Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, M.Pd. “Rhetorics is interesting, literally this course is an art in speaking, so that the skill developed is speaking ability, whether it is formal or informal speaking. When it reaches a higher level, this art of speaking can be used to persuade others,” she said.

To evaluate the lecturing process during one semester, the final term test (UAS) was held. “ for the final term test, I let students choose to practice as a radio broadcaster or as an MC themselves. Both of these require high level of the art of speaking and both should be able to attract and even affect the attention of listeners. Of these two, the most popular choice of students is the practice of radio broadcaster, perhaps it is because of the challenges are more than being an MC,” Pinaka explained. In preparing UAS for the practice of becoming a broadcaster, during the semester, students have been equipped with various theories about broadcasting, such as radio characteristics, mixing techniques, oral gymnastics, and scriptwriting.

One of the PBSI students, Putri Rinda Choerunissa expressed her delight in undergoing Rhetoric course. “This is one of my favorite subjects, because I like to talk so that I can explore myself more, making me know the level of my speaking ability. I chose the broadcasting practice also because it feels more enjoyable; broadcast language is the same with the speaking of youngster’s everyday life. Especially after this practice I became more confident to accept the offer to be a radio announcer. I think the knowledge and experience of this course is helpful.”

Pinaka hopes that the practice examination held by the end of this semester can bring the students to feel right that being a broadcaster and mc requires constant practice not just natural talent. “Hopefully this course can produce competent FKIP broadcasters, who have the advanced knowledge and experience before having the broadcasting apprenticeship later in semester 5. This practice is, especially, integrated to the profile of PBSI graduates, one of is equipping students to be competent broadcasters or employees in journalism,” she concluded.

[:]